Agen Tangkas Terbaik - Cerita Petualangan di Tanah Papua - Kepekatan malam menutupi daerah hutan rimba di Papua – hawa sejuk
mulai menguasai didaerah pedalaman yang biasanya di tengah hari sangat
panas dan lembab. Keheningan malam terganggu oleh bunyi pelbagai
serangga dan juga burung hantu serta ketepak sayap kelelawar mencari
mangsanya.
Agen Tangkas Terbaik - Semuanya itu tak menjadi perhatian Ashanty : saat ini benaknya hanya
di penuhi oleh satu fikiran saja yaitu bagaimana caranya lolos dari
cengkraman ke lima penduduk asli yang terlihat sangat buas itu. Mungkin
sekali ia takkan lolos dari perkosaan massal – namun bagaimana caranya
agar jiwanya dapat selamat dan tak menjadi korban suku bangsa yang
mungkin masih sedemikian biadab dan kanibal menikmati hidangan daging
manusia. Kelima lelaki yang bertubuh hitam legam dan tampak sangat kasar
itu kini telah mendekati dan mengelilingi Ashanty yang berlutut dan
menundukkan Salah seorang yang memakai
topeng menyeramkan kemudian tampil di hadapan Ashanty , menyentuh serta
mendengakkan dagunya sehingga mata mereka berhadapan. Ashanty hanya
dapat melihat sinar mata orang si lelaki melalui lubang di topengnya,
sehingga sukar untuk menafsirkannya dengan jelas. Tangan sangat kasar
yang memegang dagunya kini diletakkan diatas kepala Ashanty , mengusap
usap rambutnya yang tergerai , kemudian menekan kepalanya ke bawah
sehingga mendekati alat kemaluannya yang telah membesar dan tegang di
hadapan wajah si cantik.
Tombak yang berada di tangan kiri lelaki buas itu kini ditujukan ke
arah buah dada kanan Ashanty dan menyentuh puncak putingnya yang memang
sangat menggemaskan setiap mata lelaki yang melihatnya. Alat
kejantanannya sedemikian menakutkan penuh otot dan pembuluh darah itu
kini menyentuh dan mendesak ke bibir Ashanty yang masih menutup.
Ashanty tentu saja mengerti apa maunya lelaki buas itu namun jiwanya
masih saja menolak dan tak mau menerima barang asing di masukkan ke
dalam mulutnya , namun sang lelaki tak mengenal belas kasihan.
Ujung lembing yang terasa dingin dan sangat tajam itu kini mulai
ditekannya ke puncak puting buah dada Ashanty menyebabkan si cantik
bergidik dan kembali sadar bahwa ia tak mempunyai pilihan lain. Sambil
mengucapkan doa yang masih samar samar diingatnya dari sejak masa
remajanya Ashanty perlahan membuka mulutnya yang mungil.
Bukaan yang kecil itu tak disia siakan oleh lelaki buas itu yang
dengan sangat kasar melesakkan penisnya yang tidak disunat ke rongga
mulut Ashanty. Amat sesak dan penuh terlihat tombak daging itu masuk
diantara bibir manis yang biasanya memakai make up sangat mahal.
Karena memang kepala penis itu sangat besar dan pas pas-an masuk maka
baik bibir Ashanty maupun deretan giginya kini berfungsi membuka kulup
sang pemerkosa – disaat itu barulah tercium oleh Ashanty bau yang sangat
tak enak memualkan dari bagian kepala penis yang memang selama tak
ereksi penuh selalu tertutup oleh kulup dan mungkin jarang dibersihkan
oleh sang empunya.
Bau memualkan tercampur pesing itu menyengat panca indera penciuman
Ashanty sehingga diusahakannya bernafas melalui mulut agar hidungnya tak
tersiksa aroma memuakkan, namun apa daya mulutnya penuh sesak dengan
daging pentungan yang masuk hampir setengahnya. Pemasukan itu sudah
lebih cukup dan tak dapat diteruskan karena telah menyentuh awal
kerongkongan dan tenggorokan Ashanty menyebabkannya gelagapan sukar
sekali bernafas.
Mendadak Ashanty merasakan tangannya yang terikat erat di punggungnya
terlepas – rupanya telah diputus oleh pisau tajam dari salah seorang
yang berada di belakangnya. Ashanty merasa agak lega karena tangannya
yang kesemutan kini memperoleh aliran darah lagi – namun hal ini tak
berlangsung lama : kedua nadinya dipegang dengan kuat dan kasar dan
dipaksakan untuk mencekal dua buah penis lain yang tak kalah panjang dan
besar diameternya dengan yang sedang memperkosa mulutnya.
Dan rupanya kedua penis itu adalah milik Gbagbo dan Ntsubo yang kini
tak mau kalah dan ingin memperoleh jatah pemuasan di malam itu. Wanita
cantik yang berlutut tak berdaya itu kini dipaksa untuk mengocok
merangsang batang kelamin dengan kedua tangannya. Dirasakan oleh Ashanty
bahwa kedua penis yang telah tegang mengeras itu mulai berdenyut di
dalam sentuhannya dan semakin lama semakin membasar sehingga akhirnya
genggaman jari jarinya yang panjang lentik tak cukup untuk mengatup
seluruhnya lingkaran penis ditangannya.
Rupanya tak puas sampai disini saja si lelaki buas yang tengah
meroncé mulutnya mendadak merebahkan diri lalu menarik korbannya untuk
menungging sehingga dalam posisi ini Ashanty dipaksa melanjutkan
menyepong dan mengulum alat kebanggaannya itu.
Kedua lelaki yang
tengah dikocok penisnya oleh Ashanty juga ikut rebah di samping kiri
kanan Ashanty sehingga proses penghiburan gratis dengan jari jari tangan
lentik halus itu masih berlanjut. Posisi hampir menungging ini rupanya
memang disengaja oleh ketiga pemerkosanya karena kini ada kesempatan
untuk Utuzo dan lelaki bertopeng terakhir menyeramkan untuk ikut dalam
“permainan” ini.
Ashanty merasakan kini beberapa tangan kasar mengusap usap tubuhnya
dikiri kanan mulai dari leher, bahu, ketiak , lalu turun ke pinggang ,
menyelinap kebawah meremas remas bukit payudaranya yang menggantung.
Tangan tangan lain mengusap usap pundaknya , turun ke punggungnya lalu
membelai meremas remas kedua bulatan pinggul pantat bahenol
kebanggaannya. Secara instink dan intuisi Ashanty mulai merasa takut
karena tangan tangan kasar pemerkosanya itu semakin lama semakin
mendekati bagian bagian badannya yang intim dan tersembunyi.
Tangan tangan itu menusuk nusuk pusarnya kemudian semakin menurun
mendekati bukit Venus yang rapih dicukur licin, sementara tangan tangan
lain membuka belahan pantatnya disertai jari jari nakal menyentuh
mengusap celah bongkahan pantatnya. Butir air mata berlinang linang di
pelupuk matanya dan mengalir turun membasahi pipinya yang halus , ketika
Ashanty merasakan bukit kemaluan serta lingkaran duburnya diraba dan
diusap usap jari jari kasar tak senonoh. Secara refleks otot otot
kemaluan maupun dubur Ashanty mengejang dan menolak tindakan intim yang
hanya biasa dilakukan antara pasangan suami istri.
Namun refleks penolakan ini justru menambah kegembiraan para
pemerkosanya dan mereka merasakan bahwa wanita cantik yang sedang
dikerjain ini tak menyerah mentah mentah begitu saja dengan tindakan
mereka. Dengan bersahutan didalam bahasa yang tentu saja sama sekali tak
dapat dimengerti oleh Ashanty mereka saling bersahutan dan tertawa
kesenangan melihat reaksi sang korban diselang seling hembusan nafas
mereka. Ashanty sendiri pun sebagai wanita muda sehat penuh dengan
hormon kewanitaan mulai merasakan ada gejolak yang muncul didalam
tubuhnya.
Akal sehatnya menyadari bahwa
tubuhnya sedang dijarah dikuasai dan dironcé oleh lima orang pria
pribumi yang sama sekali tak dikenal sebelumnya , akal sehatnya sukar
menerima keadaan yang sedang dialaminya , namun pori pori kulitnya mulai
terangsang dan bulu badannya terutama kuduknya mulai berdiri. Keringat
pun mulai membasahi seluruh tubuhnya karena urat syaraf yang sedang
bertahan mati matian melawan perkosaan membutuhkan banyak enersi dan ini
menghasilkan kelembaban uap mengkilat di permukaan kulitnya yang halus
mulus.
“Emmppppfhhh, ooouh , aaahhh , empppfffhh , slrrrrp , sluuuurrrp ” ,
bunyi tak karuan keluar dari mulutnya yang di penuhi oleh kemaluan
lelaki pemerkosanya.
Bau memuakkan dari kemaluan itu perlahan lahan namun dengan pasti
kini terganti oleh aroma ludah Ashanty yang memang jauh lebih harum.
Kedua pemerkosanya yang bertopeng hanya mengeluarkan desahan desahan
kenikmatan tanpa mengucapkan kata atau kalimat yang dapat dimengerti
Ashanty karena itu adalah bahasa pedalaman mereka , sementara Gbagbo ,
Ntsubo dan Utuzo terkadang masih mengucapkan beberapa kata atau kalimat
didalam bahasa Indonesia yang primitif.
“Iyyaaaa, nona pintaaaar, ayooo teruuus kocoook burung saya, bikin
diaaaa jadi gede, ooaaah, yaaa teruus”, ujar Ntsubo dan Gbagbo saling
bersahutan.
Utuso sementara itu semakin brutal mengusap dan terkadang
menyelinapkan jarinya kedalam lembah lembab yang terlindung oleh bibir
kemaluan jauh lebih mungil dibandingkan wanita asli pedalaman yang
sering dipermainkannya.
Jari jari lain dari pemerkosa bertopeng kini telah pula “bermukim”
ditengah belahan pantat Ashanty, mencari pusat tengah lingkaran anus
yang tentu saja bagi ukuran penduduk pribumi ditengah rimba ini sangat
mungil sangat menawan dan mengundang untuk dimasuki. Ashanty
mengeluarkan protes namun suaranya terpendam dan teredam oleh penis
besar ibarat pisang tanduk menghunjam ditenggorokannya, mencegah getaran
pita suaranya sehingga yang keluar hanyalah bunyi rintihan memilukan :
“Jnnnggggnn, eempppfffh, enggggghh, nnggggggh , lllllpppppsssskkknnn,
oooouuummmpfffh, nnnnnnssssshhhhllllnnn , aaooowwwfffhhh, “.
Ashanty berusaha menggoyangkan pinggulnya yang menungging keatas itu
kekiri kekanan mengelakkan tusukan jari ditengah duburnya, namun
pemerkosa bertopeng menyeramkan bersama Utuzo si penunujuk jalan jahanam
kini mendekap pinggang Ashanty dari kiri kanan dan menekannya kebawah
sehingga bokong istri cantik yang sedang disiksa ini semakin menonjol
keatas dan bongkahan pantatnya semakin tampak menggiurkan.
Gbagbo dan Ntsubo semakin menyeringai lebar menakutkan dan kini
bergantian memeras meremas dan menarik memijit memilin mencubit puting
Ashanty sehingga terasa perih dan ngilu, namun tangan² mereka yang lain
juga mengusap dan menekan nekan ketiak Ashanty membuatnya semakin
mengeluh dan menggelinjang kegelian.
Utuzo sementara itu telah berhasil memasukkan sebuah jarinya kedalam
vagina Ashanty dan mulai merojok keluar masuk sambil memutar mutarkan
jarinya itu. Rontaan Ashanty disertai ratapannya yang memelas justru
semakin membuatnya makin bersemangat :
“Bagus bagus terus ayyyo yyyyo goooyangg , manaa sirooopnya yang
maniiiis, nona anak bagus cantik keluaaaarkan siroopnya , ayyyo ayyyo”.
Pada saat itu Ashanty ingin berteriak sekuat isi paru parunya namun
apa mau pemerkosa mulutnya justru menjambak rambut Ashanty dengan kasar
dan menekan kepalanya sehingga lebih dari separuh penisnya masuk menekan
rahang belakang Ashanty. Tak lama kemudian Ashanty merasakan penis
dimulutnya melebar sedemikian rupa sehingga rahang Ashanty terasa sangat
sakit pegal karena dipaksa membuka maksimal tanpa hentinya lalu penis
itu berdenyut denyut dan akhirnya semburan sperma hangat memenuhi
kerongkongannya.
Aroma hanyir sangat menjijikkan memenuhi pancaindera pernafasannya
yang dirasakannya ibarat akan tercekik – doyan atau tak doyan , jijik
atau tak jijik , mual atau tak mual , semuanya tak ada guna untuk
dilawan karena Ashanty tahu tak ada jalan lain yang terbuka. Berkali
kali Ashanty ingin muntah ketika teguk demi teguk lahar sepat agak asin
memuakkan itu melalui lorong kerongkongannya. Kerongkongan yang biasanya
menikmati minuman mahal termasuk anggur kelas satu dan champagne itu
kini dipaksakan menelan sperma orang sadis yang sama sekali bukan
tandingan derajatnya.
Dari balik topeng menakutkan itu keluar suara ibarat binatang buas
jantan sedang menggeram menyetubuhi sang betina. Geraman itu terdengar
di telinga Ashanty bagaikan gema yang tak ada habisnya sementara
semprotan demi semprotan sari kejantanan harus diterimanya. Tubuhnya
yang sedemikian langsing semampai bahenol kini menjadi permainan dari
lima lelaki kasar – namun ini baru permulaan dari siksaan yang akan
masih berlanjut.
Setelah tetesan tetesan sperma yang membanjiri mulutnya akhirnya
terhenti maka sang pemerkosa bertopeng itu melepaskan jambakannya di
rambut korbannya dan menggeser menggulingkan badannya kesamping sehingga
Ashanty sempat megap megap menghirup menarik nafas panjang kelelahan
dan mengharapkan akan memperoleh kesempatan sedikit istirahat. Namun
harapan Ashanty itu hanya sia sia karena tubuh si permekosa bertopeng
segera di gantikan oleh Ntsubo yang merebahkan dirinya dengan penis
gagah perkasa ibarat tugu patung totem yang melambangkan keperkasaan
sang nenek moyang suku primitif itu. Ashanty berusaha berontak namun
apalah daya seorang wanita lemah menghadapi lima tenaga alamiah laki
laki yang hidup sehari hari di tengah rimba.
Ntsubo memeluk lingkaran dada Ashanty sehingga tak dapat berkutik
lagi sedangkan Gbagbo dan Utuzo merejang kembali tangan Ashanty di
punggungnya , lalu pinggul molek Ashanty diturunkan mereka perlahan
lahan sambil mengarahkan belahan selangkangan wanita korban mereka ke
penis Ntsubo yang berdiri tegar ibarat tombak menunggu celah yang akan
dihajarnya habis habisan. Berbeda dugaan mereka yang rupanya sudah
sering memperkosa bersama wanita suku pedalaman mereka didesa maka
ukuran gerbang vagina Ashanty tak selebar wanita pribumi disitu.gaikan kayu penumbuk
beras dan vagina Ashanty telah dirangsang jari jari Utuzo namun
“tembakan” mereka meleset kesamping kiri kanan atas atas bawah. Kini
mereka memaksa Ashanty setengah berdiri dengan lutut setengah ditekuk ,
tangannya tetap ditelikung di punggung , lalu Gbagbo dan Utuzo menarik
melebarkan bibir kemaluan Ashanty kekiri kekanan.
Tentu saja Ashanty tak mau diperlakukan sebagai pelacur desa dan
berusaha berontak sekuat tenaga – namun kedua lengannya yang ditelikung
dipunggungnya semakin ditarik keatas sehingga terasa sangat sakit di
sendi pundaknya menyebabkan Ashanty meraung menjerit. Setelah itu
Ashanty tak berani lagi berontak karena takut sendi bahunya akan lepas
atau patah dan pasrah akan di tikam vaginanya dari bawah ibarat legenda
Dracula yang “menyaté” musuh yang ditangkapnya dengan perlahan menusuk
menembus perut mereka dengan memakai tonggak kayu ditanam ditanah
bagaikan bambu runcing.
Meskipun bukan gadis lagi – telah lama memasuki jenjang pernikahan
dan sering ML dengan suaminya – bahkan beberapa menit lalu sempat di
perkosa oleh Aslan – dan dirangsang dengan jari tangan Utuzo sehingga
pelumas alamiah vaginanya telah membasahi dinding kenikmatannya – namun
pemasukan penis Ntsubo tetap dirasakan sakit ibarat dimaam pengantin.
Penyebabnya adalah ketidak sesuaian ukuran vaginanya dibandingkan
kejantanan yang milimeter demi milimeter sedang menguak menerobos
gerbang kewanitannya.
“Auuuuuuw, ooooohhh , pelaaaan pelaaaaaan , aduuuuuuh auuuuuuuw
sakiiiiiiit , saaakiiiiit , hentiiikaan duluuu, uuuuuhh, aaampuuun ,
auuuuuuuww , saaakiiiiiiiit “, lolongan suara Ashanty memecah keheningan
malam.
Ashanty menengadahkan wajahnya keatas, kepalanya menoleh kekanan
kekiri , hidungnya yang bangir mancung kembang kempis menahan rasa sakit
yang menyiksa selangkangannya yang terasa seolah sedang dibelah dua.
Berbeda dengan Ashanty yang sedang menderita maka ke lima lelaki
pribumi Papua itu menikmati sekali adegan yang jarang terjadi itu :
tubuh wanita kota putih mulus dipaksakan duduk dengan lembing tumpul
memasuki liang intimnya. Kedua lutut Ashanty yang dipaksa menekuk
setengah berdiri setangah berlutut semakin lama semakin letih kaku dan
gemetar menahan berat badannya sendiri. Akhirnya tanpa dapat dihindari
tubuh molek bahenol itu turun , turun , turun dan mau tak mau akhirnya
harus rela di”saté” oleh penis Ntsubo. Dalam mimpi seburuk apapun seumur
hidupnya tak pernah Ashanty membayangkan apa yang sedang dialaminya
saat ini : seorang diri ditengah hutan rimba di kerjain oleh lima lelaki
kasar secara bergantian dan sekaligus secara massal. Badannya terasa
dilolosi semua tulangnya , keinginan melawan sudah mulai punah , hanya
tekad untuk kembali ke dunia yang beradab masih ada dan hanya inilah
yang mempertahankannya untuk tetap hidup.
Tubuh Ashanty telanjang bulat dan penuh keringat kini hanya dapat
menggelepar dengan lemah ketika milimeter demi milimeter di”tancap”kan
ke lembing daging yang menusuk membelahnya melalui vagina yang begitu
mungil.
Ibarat terbawa angin puting beliung dirasakannya semua dihadapan mata
berputar , seluruh tubuhnya terasa panas dingin mengalami pelecehan
tanpa peri kemanusiaan itu. Bermenit menit lamanya tubuh ayu molek yang
terbiasa dengan massage , spa dan segala macam perawatan di salon
kecantikan kini diperlakukan ibarat pelacur desa yang tak ada harganya
sama sekali. Ashanty tak dapat mengerti mengapa ia belum pingsan karena
disaat sedang mengalami penyiksaan seperti itu – apakah dirinya sudah
mulai berubah dan ikut terbawa alam pervers ?
Ketika tubuhnya terutama vaginanya secara sangat lambat mulai
adaptasi dengan penis yang menjarahnya tanpa belas kasihan itu mendadak
Ashanty merasakan ada tangan kasar memaksa melebarkan bongkahan
pantatnya dan memaksa celah yang menyembunyikan liang duburnya membuka
dan menunjukkan lingkaran kuncup bunga terhias otot lingkar berkerut.
Dirasakannya ada cairan ludah hangat jatuh di tengah anusnya itu dan
kemudian dua buah jari mendorong perlahan namun pasti memaksa untuk
menembus pertahanan otot lingkarannya disitu.
Rasa ngeri dan takut tak terkira menyadarkan Ashanty karena naluri kewanitaannya memperingatkan apa yang akan terjadi.
“Jangaan , jangaaan masuuk disitu , sakiiiiit , engggga mau ,
jangaaan , kasihaniiii sayaaa, aaampuuuun”, tanpa sadar keluar suara
Ashanty memelas meratap memohon belas kasihan yang tentu saja takkan
menggoyahkan rasa keinginan para pemerkosanya yang sadis untuk melihat
lebih lanjut penderitaan mangsanya.
Ternyata yang kini memulai kegiatan sodomi adalah si penunjuk jalan
termuda yaitu Utuzo. Dari semua tokoh pemerkosa dimalam itu Utuzo adalah
yang termuda dan mempunyai penis terpanjang. Utuzo awalnya berasal dari
suku lain dan ketika ia masih kecil terjadi perang total diantara suku
suku primitif disitu. Semua penduduk dari suku asal Utuzo dibunuh
terkecuali ibunya Utuzo yang memang masih muda dan tercantik untuk
ukuran dunia Papua disitu.
Karena itu Utuzo yang saat itu
baru masuk usia satu tahun bersama ibunya dibiarkan hidup, diculik
dibawa oleh suku buas yang memenangkan perang dan dibesarkan ditengah
suku lain itu. Ibu Utuzo dijadikan gundik oleh kepala suku pemenang
danUtuzo menjadi anak lelaki kesayangannya. Menurut kebiasaan suku itu
anak laki laki sepuluh hari setelah lahir harus disunat dan karena
itulah Utuzo adalah satu satunya pemerkosa dimalam itu yang penisnya
tidak berkulup lagi. Utuzo menyeringai lebar ketika dilihatnya Ashanty
calon korbannya telah menungging maksimal dan di rejang kuat di kiri
kanan oleh Ntsubo dan Gbagbo sedangkan seorang pemerkosa kelima yang
juga bertopeng berdiri didepan wajah Ashanty meminta service mulut
mungilnya.
Kembali Ashanty dipaksa untuk menghisap menyepong penis berkulup
dengan bau sangat tak menyenangkan – terutama ketika kulup lelaki
pemerkosanya telah tertarik kebelakang oleh bibir dan deretan gigi
Ashanty.
“Ennnssshhhmmmmpfffh, ssssssshhhhhh , aaaauuuuuuuwwww “, Ashanty
terlonjak badannya ke depan sehingga service mulutnya terlepas dari
penis pemerkosanya ketika dirasakannya Utuzo menekan kepala penisnya
yang disunat berbentuk jamur alam raksasa.
Ibarat siput yang tersentuh garam yang pasti akan membunuhnya Ashanty
berontak dan meronta dengan sisa sisa tenaga cadangan mengingatkan
seseorang yang sekarat kejang terakhir kali. Biar bagaimanapun tenaga
Gbagbo dan Ntsubo masih lebih kuat dan apalagi dibantu dengan tekanan
Utuzo di punggungnya memaksa Ashanty tetap menungging.
Hanya satu dua menit Ashanty berontak dan menggeliat lalu kembali
dapat ditaklukkan : mulutnya kembali terisi penis yang sedemikian bau
memualkan – sedangkan otot otot lingkar pelindung anusnya tanpa ada rasa
kasihan lagi dibelah dan dimekarkan oleh penis Utuzo. Bermenit menit
otot otot lingkaran yang juga cukup kuat itu bertahan , namun akhirnya
dengan dengus nafas Utuzo yang menakutkan dan jeritan Ashanty yang
memilukan namun teredam pecahlah keperawanannya yang kedua……..Ashanty
merasakan badannya seperti dibelah dua bagian , anusnya ibarat dicolok
kayu panas berapi lalu disayat sayat lapisan selaput lendir dindingnya ,
ibarat luka terpotong terkena cairan cuka dan garam , inikah rasanya
apa yang disebut “hukum picis” zaman baheula ?.
Berbeda dengan korbannya yang sedemikian menderita maka ke empat
lelaki pemerkosanya , terutama Utuzo merasakan sangat puas bahagia
melihat mangsanya melenguh tertahan , mendesah tertahan , merintih
teredam , sesekali menggelinjang lemah dan sisanya hanya menggelepar
lemah dibawah kekuasaan mereka. Ashanty sudah tak sadar harus “service”
mengulum menyepong menjilat penis bau yang dibenci dikutuknya itu, semua
syarafnya hanya merasakan satu sensasi disaat itu yaitu rasa sakit yang
benar benar telah mencapai kesanggupannya untuk bertahan.
Ashanty hanya dapat memanjatkan doa agar ia segera pingsan atau lebih
baik mati mendadak daripada harus mengalami penyiksaan seperti ini ,
seluruh tubuhnya ibaratnya hanya terdiri dari gumpalan syaraf diterpa
oleh satu perasaan : sakit , sakit dan sekali lagi sakit , perih, nyeri ,
ngilu tak tertahan.
Samar samar didengarnya geraman dan dengusan ke empat lelaki
penyiksanya saling bersahutan bersamaan dengan ritme masuk keluarnya
penis dimulutnya dan di anusnya. Utuzo rupanya sudah terbiasa menyodomi
wanita dan ia mengetahui bahwa “kemenangannya” akan lebih mantab
sempurna jika sodominya ditambah “bumbu” sedikit sehingga wanita
korbannya ditengah menderita sakit tak terkira juga akhirnya merintih
rintih dan kejang karena orgasmus yang dipaksakan. Utuzo tahu caranya
menyiksa wanita sedemikian rupa sehingga melupakan rasa sakit dan malu
akan menjerit jerit kenikmatan. Utuzo menjilati belakang leher Ashanty
yang jenjang , samping lehernya , kemudian bergantian telinganya kiri
dan kanan sehingga basah dengan ludahnya, lalu mendesis meniup dan
berbisik ditelinga Ashanty :
“Nona kesakitan ya, coba jangan melawan , coba bayangkan rasa sakit
ini akan erkurang pelan pelan dan berganti dengan enak , mau kan , nanti
saya bantu begini caranya”.
Ashanty merasakan kini ada jari jari yang kembali mengusap “mont
veneris”nya – mencari celah kewanitaannya yang lembab , menguakkannnya ,
mencari kearah atas dan menemukan daging kecil tersembunyi dilipatan
bibir dalam kemaluannya.
“Ini nona punya sumber kenikmatan yang belum terpakai , ini jagung
yang paling lezat didunia , ini jagung bukan untuk direbus atau dibakar ,
tapi untuk dimanjakan jari jari saya , mau kan nona manis ?”, Utuzo
meneruskan ucapannya sambil menjepit dan memijit klitoris Ashanty.
Utuzo mengetahui bahwa klitoris sebenarnya mirip dengan penis , ada
“kulup”nya yaitu lipatan bibir kemaluan dalam – dan kalau lipatan itu
dibuka maka muncullah klitoris itu dan siap untuk dirajah dan dirangsang
oleh jari yang berpengalaman.
“Eeeemmmmnnnggeeaa, nggggggmmmmphfff, jjjnnnnngggnnn,
eeaaaauuuffmmmmphh, ” hanya suara protes seperti itu keluar dari mulut
Ashanty yang sedang dipenuhi kemaluan yang sangat memuakkannya.
Utuzo tak perduli semua itu, jari jarinya mengusap , memutar ,
memilin , menarik , mencubit kasar dan kembali mengelus klitoris Ashanty
ibarat ahli permata sedang menggosok berlian yang baru ditemukannya.
Kemahiran Utuzo membuat syaraf syaraf Ashanty yang selama ini dipusatkan
untuk menerima rasa sakit tak terkira kini di paksakan untuk
mengalihkan perhatian terhadap rangsangan lain tak kalah kuatnya,
rangsangan geli geli ngilu tercampur sengatan sengatan seperti aliran
listrik yang mula mula lemah namun makin lama semakin kuat.
Ashanty mengalami terjangan rasa lain yang tak diduganya semula :
tanpa disadari paha dan betisnya yang begitu mulus mulai lagi bergetar ,
tanpa dikehendakinya jari jari kakinya menekuk membuka ibarat kepalan
tangan , kulit telapak kakinya yang peka itu terasa kesemutan. Semua
tanda dan gejala dari wanita yang mulai kehilangan pertahanan dirinya
dan kini berada diperbatasan kehilangan rasa malu sama sekali tentu saja
tak lolos dari pengamatan para lelaki pemerkosa Ashanty , dan mereka
semakin lama semakin sering berpandangan satu sama lain dan semakin
sering menukar seringai buas kemesuman mereka.
Ntsubo dan Gbagbo kini cukup dengan masing masing dengan satu tangan
memegang menelikung nadi Ashanty dipunggungnya , tangan mereka yang
satunya mereka pakai untuk mengusap usap telapak kaki Ashanty sehingga
si wanita ayu cantik ini semakin menggelinjang kegelian. Si pemerkosa
bertopeng yang tetap merojok rojok penis baunya dimulut Ashanty tak mau
kalah dan mengusap usap ketiak Ashanty yang tentu saja sangat peka pula.
Utuzo kini meningkatkan rangsangan jari jari tangannya di klitoris
Ashanty secara bergantian dengan tangan kiri kanan – jari jari tangannya
yang “nganggur” tidak menyentuh klitoris dipakainya untuk merangsang
bergantian puting buah dada Ashanty. Diusap – diremas – dipilin –
dipijit dan dicubit cubitnya secara sadis pucuk merah jambu kecoklatan
muda itu , menambah dorongan terakhir dipusat otak Ashanty memasuki
jurang yang dalam.
Ibarat orkes yang memainkan lagu berkepanjangan dan kini berakhir
dengan nada crescendo maka ketiga pelaku adegan persetubuhan brutal itu
mengalami orgasmus bersama : pemerkosa bertopeng menyemburkan spermanya
yang sangat sepat hanyir di mulut Ashanty membuatnya terbatuk tersendak ,
Utuzo menyemburkan gelombang demi gelombang air maninya di dubur
Ashanty – disertai cubitan gemas di puting susu dan klitoris Ashanty.
Semua rangsangan simultan itu tak dapat tertahan lagi oleh Ashanty :
bagaikan tsunami menghantam seluruh badannya yang bergetar gemetar dan
menggelepar kejang kejang , didepan matanya terjadi letakan kosmik
dengan hasil jutaan bintang berputar putar disertai bunyi pekikan
melengking yang tiada hentinya. Bermenit menit berlalu dan barulah
kemudian disadarinya dari mana datangnya pekikan melengking itu : itu
adalah suaranya sendiri yang belum pernah didengarnya sendiri. Tak
pernah dibayangkannya bahwa ia sebagai wanita sangat terpelajar dan
hidup sopan santun akan sanggup mengeluarkan suara jeritan melengking
memecahkan keheningan malam :
“Ouuuuuuhhhh , aaaaaauuuuuuuuuuuwwwww , aaaaaaaaaarrrrghhhh ,
eeemmmmpffffh , aaaaahhhhiiiiiiihhh , aauuuuuuuoooooooow ,
iiiiiiiiiyyyyyaaaaaaa , oooooooohhhhhhh , teruuuuuussss ,
teeruuuuuuuuusss , aaaaa, saaaaakiiiiiittttt, aaauuuuuuuwww ,
iiaayaaaaaaa , nikkmaaaaaat , udaaaaah iyaaaaaaa , teruuuuuuss” ,
akhirnya Ashanty benar benar memasuki alam penuh kegelapan di dalam
benaknya – Ashanty jatuh pingsan…..
Berjam jam Ashanty pingsan dan ketika perlahan lahan ia mulai sadar
kembali tak langsung disadarinya mengapa terasa sangat pusing , tubuhnya
terasa bergoyang goyang tak ada hentinya kedepan belakang dan terkadang
menyamping. Lalu yang dilihatnya adalah selalu puncak pohon dengan daun
daun tinggi dan juga terkadang langit pekat sedikit berbintang. Ashanty
mencoba menggerakkan kaki tangannya namun tak berhasil dan ketika ia
memaksakan diri membuka matanya lebih lebar maka rasa terkejutnya tak
dapat diuraikan kata kata.
Ia sedang di gotong dengan batang bambu amat besar , kaki tangannya
terikat dan tergantung dibambu itu bagaikan hewan buruan babi rusa atau
kijang besar telah dibunuh dan kini dibawa ke pusat perkubuan penduduk
primitif ditengah hutan rimba untuk dijadikan santapan. Ashanty berusaha
berteriak namun mulutnya disumpal dengan cabikan celana dalam string
dan bh-nya sendiri sehingga suaranya tak keluar seperti dikehendakinya.
Ashanty berusaha untuk berontak dan meronta ronta sekuat tenaga
menyebabkan tubuhnya semakin keras bergoyang kekiri kekanan dan rupanya
ini agak menyulitkan para penculiknya yang sedang menggotong yaitu kedua
pribumi bertopeng.
Tiba tiba terdengar Gabgbo membentak dan memberikan aba aba dalam
bahasa yang sama sekali tak dimengerti oleh Ashanty dan kedua
pemanggulnya menghentikan tindakan mereka. Sebelum Ashanty menyadari apa
yang akan terjadi mendadak dirasakan tubuhnya yang telanjang bulat itu
dari kiri dan kanan di hajar dengan pecutan semacam tali rami yang
selalu tergantung dipundak Gbagbo, Ntsubo dan Utuzo. Proses pemecutan
itu tak hanya sekali saja melainkan berulang ulang , semakin lama
semakin kencang dan menyakitkan sehingga Ashanty tak tahan lagi :
menggeleng gelengkan kepalanya sehingga rambutnya kusut bergerai sambil
mengeluarkan air mata dan menoleh kearah Utuzo yang berdiri didekat
kepalanya mengawasi penyiksaan tak berperi kemanusiaan itu.
Utuzo mendekati telinga Ashanty , membuka sumpalan mulutnya dan berkata
“Nona harus menurut dan nyerah dibawa ke markas permukiman suku kami
jika nona tak mau mengalami penyiksaan lebih barat. Nona pasti tahu dan
telah sering melihat di rimba ini penuh sekali tumpukan tanah yang
merupakan sarang semut merah yang nona telah alami sendiri satu dua kali
bagaimana sakit pedih sengatannya. Kalau nona tetap melawan maka nona
akan kami cambuki lagi sampai luka luka lalu nona kami letakkan diatas
sarang semut itu – nona bisa bayangkan sendiri jika nona terikat tak
berdaya digigiti disengati oleh puluhan, ratusan atau bahkan ribuan
semut ganas itu – bagaimana sekarang nona janji tidak melawan atau akan
disiksa seperti macam itu ?”.
menahan kerubutan ribuan semut
merah itu : sengatan satu dua semut saja sakitnya sudah bukan main ,
bagaimana kalau ribuan. Ashanty tak meneruskan niatnya untuk berteriak
dan hanya bertanya dengan suara memelas :
“Ya, saya takkan mencoba melawan , namun tolong lepaskan dan
kembalikan saya ke kota , saya pasti tak ada gunanya berada di markas
suku kamu , saya tak punya apa apa lagi , biarlah saya batalkan niat
saya mencari suami saya , tolong kembalikan saya”.
Utuzo menoleh kearah para penculik lain dan mengucapkan beberapa
kalimat – mungkin penterjemahan dalam bahasa asli mereka bagi yang
kurang mengerti percakapan baru terjadi. Sambil menggeleng gelengkan
kepalanya Utuzo berkata : “Semuanya kini telah terlambat , kehidupan
nona akan diputuskan nanti oleh kepala suku besar kami , kemungkinan
besar nona akan selamat tak dibunuh tapi apa nasib nona selanjutnya akan
nona dengar di markas kami”.
“Nona pasti tak terbiasa digotong dalam keadaan terikat begini , oleh
karena itu agar nona tak terlalu pusing minumlah sedikit obat yang saya
bawa ini”.
Ashanty yang memang sudah sangat pusing dan mual tergoyang goyang
digotong seperti hewan sembelihan itu tak melawan dan bertanya lebih
lanjut , diminumnya saja cairan yang disodorkan dimulutnya. Dan memang
benar dalam waktu hanya beberapa menit Ashanty merasakan kedua pelupuk
matanya begitu berat sukar dibuka dan kepalanya penat sehingga tak lama
kemudian dihadapan matanya menjadi gelap – Ashanty tak sadarkan diri
lagi.
Entah berapa lama , berapa jam , berapa hari berlalu Ashanty tak
dapat dan tak sanggup menghitungnya lagi – Ashanty telah kehilangan
orientasi tempat dan waktu. Ashanty akhirnya menyadari bahwa para
penculiknya memakai cara transportasi yang sangat merendahkan dirinya
itu karena dengan cara itu mereka dapat bergerak lebih cepat jika
dibandingkan ia harus mengikuti langkah mereka yang memang sangat gesit
dan cepat karena terbiasa menembus hutan belukar. Ashanty hanya
dilepaskan dari ikatan dan gotongan menggantung kalau mereka akan makan
minum dan melepaskan hajat – sesudah itu ia diberikan obat dan diikat
dan dibawa dengan “pikulan” bambu itu.
Perjalanan mereka menembus hutan rimba diseling sekali dengan naik
perahu melewati danau sangat besar – dan Ashanty mellihat dengan hati
berdebar debar bahwa di seberang tepi danau tujuan mereka tampaklah
dikejauhan sebuah gunung tinggi berbentuk sirip ikan hiu namun sebagian
besar puncaknya tertutup kabut dan awan. Jadi betul sekali apa yang
dikatakan suaminya itu – ternyata itu memang bukan dongeng atau legenda
melainkan kenyataan , namun apakah rahasia tersimpan didaerah yang
dikatakan sangat angker dan penuh misteri itu , apakah suaminya ada
disitu , masih hidupkah , apa yang ditemukannya, pa nasibnya ?
Setelah hampir seharian menyeberangi danau yang ternyata memang
sangat luas itu Ashanty tidak lagi diikat dan di gotong ibarat hewan
sembelihan , namun setengah diseret dipaksa mengikuti langkah langkah
lebar dan cepat para penculiknya kembali memasuki hutan rimba belukar ,
sampai akhirnya mereka sampailah di kaki gunung misterius itu. Ashanty
tertegun melihat dinding gunung yang tinggi itu namun apa yang menarik
perhatian dan mengejutkannya setelah melihat lereng gunung melalui alat
kekeran yang sebentar dipinjamkan oleh Utuzo adalah banyaknya gua serta
celah celah besar disitu. Terlihat jelas pula banyaknya gerak gerik di
celah celah serta gua di lereng terjal itu dan pada saat Ashanty masih
memikir mikir apakah yang bergerak gerak disitu maka Utuzo
menerangkannya :
“Disitulah suku kami hidup , markas pusat kehidupan kami berada
didalam gunung itu , hampir dari puncak sampai dibawah tanah , sejak
dari zaman purba sampai sekarang , oleh karena itu kami mudah
bersembunyi dan sukar terlihat apalagi ditemukan oleh orang luar”. “Di
dalam gunung itu dan terutama di bawah tanahnya banyak tersimpan segala
macam hasil alam yang rupanya sangat dicari cari oleh dunia modern –
termasuk suami nona”.
Ashanty terkejut mendengat kalimat terakhir ini dan langsung bertanya
: “Jadi suami saya memang berada disitu dan masih hidup dia , tolong
kasih tahu , bagaimana nasibnya , pasti dia sedang menunggu kedatangan
saya ?”.
Beberapa saat ibarat kehidupan disekeliling mereka terhenti dan
akhirnya Utuzo memecahkan keheningan dengan jawabannya : “Tak lama lagi
nona akan melihat dan menemukan sendiri jawabannya , setelah itu barulah
akan ditentukan bagaimana kiranya jalan kehidupan nona lebih lanjut”.
Ashanty berusaha menekan rasa ingin tahunya dan merasakan bahwa tak
ada gunanya bertanya lebih mendalam karena pasti tak akan memperoleh
jawaban yang diharapkannya. Oleh karena itu diikutinya saja secara
bergegas langkah para penculiknya itu – jika ia berjalan terlalu lama
maka dirasakannya ada lembing tajam menusuk punggungnya. Ashanty telah
membiasakan diri berjalan ditengah para lelaki penculi pemerkosanya
dalam keadaan hampir telanjang bulat – hanya beberapa daun lebar mirip
daun pohon talas menutup daerah kelaminnya. Ditengah perjalanan itu
beberapa kali dirasakannya tangan tangan jail dari penculiknya menjamah
dan meremas baik buah dada maupun pinggulnya yang memang menggemaskan
terutama dilihat bergoyang ketika berjalan.
Akhirnya mereka tiba dikaki gunung dan kedatangan mereka disambut
hiruk pikuk teriakan beberapa anak kecil, lalu ditambah beberapa wanita
tua dan akhirnya jumlahnya makin bertambah dengan puluhan lelaki tua
muda. Ashanty tak sempat lagi memperhatikan bagaimana bisingnya suara
yang mengiringi tiap langkahnya , yang dirasakannya adalah udara yang
sangat panas lembab ketika ia masuk semakin dalam dan menaiki beberapa
kali jenjang tanah liat keras yang rupanya merupakan tangga untuk
mencapai tempat semakin tinggi.
Dilihatnya pula bahwa penduduk asli primitif yang kini
mengerubunginya itu hampir semua telanjang bulat , para laki laki
memakai semacam koteka sedangkan para wanitanya hanya memakai semacam
cawat. Sedangkan anak anak yang mengerumuninya umumnya telanjang bulat
dan terlihat penis anak laki laki jarang sekali yang disunat.
Akhirnya mereka sampai di sebuah dataran yang sangat luas dan disitu
terlihat banyak suku bangsa liar itu sedang berkumpul mengelilingi
tempat berbentuk susun menyusun agaknya menyerupai semacam tahta tempat
duduk para pemimpin. Dan memang benar dugaan Ashanty karena ketika Utuzo
meneriakkan sesuatu kalimat yang terdengar aneh sekali ditelinga
Ashanty maka kumpulan orang disekeliling ketinggian itu membuyar
kesamping. Terlihatlah seorang penduduk asli pribumi suku bangsa
primitif itu sedang duduk di tahta dengan didampingi seorang bertopeng.
Sang pemimpin atau kepala suku yang duduk di tahta itu berdiri
perlahan lahan dan Ashanty melihat penuh kengerian tubuh sedemikian
kekar berbulu lebih mirip beruang atau gorila daripada tubuh manusia.
Muka si pemimpin itupun terlihat sangat buas tanpa ada senyum atau mimik
sama sekali dengan mata dapat dikatakan mendelik mengawasi tubuh
Ashanty dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Utuzo yang selama itu
berdiri dibelakang Ashanty mendadak menekan kedua pundak Ashanty dan
memaksanya untuk berlutut , kemudian dengan kasar direnggutnya ikatan
daun lebar dipunggung Ashanty sehingga lepas jatuh ditanah. Dengan
demikian sempurna sudah tubuh Ashanty kembali telanjang bulat bagaikan
dewi Aphrodite putih mulus ditengah kerumunan ratusan suku asli Papua
berkulit hitam yang terlihat masih sangat buas dan liar.
Ashanty berusaha menutupi buah dadanya dan kemaluannya dengan kedua
tangannya , namun segera dikerumuni oleh beberapa lelaki muda yang
menyeretnya semakin mendekati tahta sang pemimpin. Kedua tangannya
kembali di telikung di punggungnya sehingga Ashanty tak dapat menutupi
bagian badannya yang vital , bahkan telikungan itu semakin diperkuat dan
dinaikkan agak keatas menyebabkan Ashanty menjerit kesakitan. Tanpa
terasa secara refleks Ashanty berusaha mengurangi rasa sakit disendi
bahunya yang ditelikung itu dengan agak membusungkan dadanya sehingga
kedua bukit kenyalnya semakin menonjol menantang para mata lelaki
disitu. Hiruk pikuk yang memenuhi ruangan gua besar itu langsung
berhenti dalam waktu sedetik ketika sang pemimpin mengaangkat tangannya
dan memberikan tanda agar Utuzo maju kedepan mendekati tahta. Utuzo
melakukan apa yang diperintahkan itu dan setelah berada sekitar lima
meter dari tahta mulailah Utuzo berbicara dengan suara lantang kepada si
pemimpin suku bangsa itu. Beberapa kali selama berbicara Utuzo menoleh
kebelakang dan menunjuk kearah Ashanty namun tentu saja Ashanty tak
mengerti bahasa yang dipakai oleh mereka. Setelah berbicara sekitar
sepuluh menit yang dirasakan oleh Ashanty bagaikan berabad abad lamanya
sang pemimpin turun dari kursi tahtanya dan berjalan berdampingan dengan
Utuzo mendekati Ashanty. Tanpa disadari Ashanty berusaha mundur setapak
demi setapak namun tentu saja ditahan oleh beberapa lelaki kuat yang
memegangi badannya bahkan justru mereka semakin mendorong Ashanty
mendekati pemimpin mereka dan kembali menelikung dengan kuat sehingga
puting Ashanty lagi lagi makin menonjol mencuat keatas.
Ashanty tak dapat bergerak atau menghindar lagi : ia dikelilingi oleh
sekian banyak lelaki berwajah buas hampir telanjang semuanya , dan sang
pemimpin suku kini telah berdiri langsung berdempetan dengannya :
dadanya yang berbulu hitam lebat bagaikan gorila melekat dengan kedua
putingnya yang mengeras. Sedemikian tinggi besar dan kekarnya tubuh si
pemimpin suku sehingga Utuzo yang demikian tinggi pun masih kalah
apalagi Ashanty yang berukuran sebenarnya cukup tinggi badan 1,75 meter
hanya mencapai ketiak si pemimpin !.
Si pemimpin menyentuh dan mengangkat dagu Ashanty sehingga mata
mereka saling bertatapan : sepasang mata buas bersinar sinar penuh
kebuasan dan nafsu hewaniah dengan sepasang mata jeli ibarat bintang
kejora penuh rasa jijik dan takut. Badan si pemimpin langsung tercium
menyebarkan aroma aneh menyengat hidung Ashanty
“Aku Bomo Manolo , raja suku Kotubu , rakyat penjaga gunung Maronggo ,
asing masuk , asing sudah mati , asing hidup korban untuk dewa , asing
hidup jadi boleh perempuan raja” , demikian si pemimpin berbicara dalam
susunan kata yang sangat membingungkan Ashanty yang telah gemetar
seluruh tubuhnya karena takut.
Utuzo yang melihat bahwa Ashanty kurang mengerti maksud pemimpinnya
langsung menambahkan : “Orang asing yang berani masuk ketengah daerah
sini dan jatuh ditangan suku Kotubu harus dibunuh, dikorbankan untuk
dewa gunung Maronggo, kecuali perempuan muda boleh hidup tapi harus
menjadi istri raja Bomo Manolo”.
“Jadi kalau begitu dimana suami saya ?, Ashanty memberanikan diri menanyakan nasib suaminya.
Manolo memandang Ashanty penuh kebengisan lalu menggerakkan tangannya
menyuruh Utuzo serta Ashanty ikut berjalan kebelakang memutari tahtanya
dan apa yang terlihat menyebabkan Ashanty tak dapat menahan lagi
jeritannya penuh kengerian dan ketakutan dan tanpa disadari menjatuhkan
dirinya berlutut menangis tersedu sedu. Di belakang tahta itu menjulang
dua buah pilar kayu sangat tebal – dan ditengah kedua pilar itu dengan
terbentang tangan kakinya terikat adalah Professor Azkenazy yang jelas
telah mulai membusuk mayatnya. Wajahnya telah rusak hampir tak terkenali
, didadanya tergantung foto istrinya : Ashanty , dan disampingnya foto
itu tergantung alat yang memberikan bunyi keras tak henti²nya dan
langsung dikenali Ashanty adalah Geiger Counter. Alat itu adalah untuk
mencari dan men-deteksi bahan yang mempunyai radio-aktif. Bahan radio
aktif tentu saja sangat dicari oleh para pemimpin dunia karena dapat
dijadikan bahan baku untuk reaktor atom – entah untuk tujuan damai atau
membuat senjata nuklir.
“Suami nona tidak kami bunuh , dia kami temukan sudah tak sadar
rupanya karena gigitan ular berbisa , tapi dia tidak bisa mati karena
jantungnya terus berbunyi, dan dia melindungi raja kami supaya tidak
bisa mati”, demikian Utuzo berfilsafah lebih lanjut, dan Manolo yang
berdiri disebelahnya mengangguk perlahan tanda setuju.
Mendadak Ashanty sadar bahwa suku yang masih sangat sederhana jalan
berfikirnya itu menganggap bahwa suaminya yang telah mati itu masih
terus hidup karena bunyi Geiger Counter yang terus aktif karena rupanya
di dalam gua itu – atau bahkan mungkin seluruh gunung Maronggo memang
penuh dengan bahan radio-aktif.
Ashanty merasa lemas seluruh badannya. Ia menyadari bahwa harapannya
untuk dapat kembali kedunia modern dapat dikatakan telah punah. Pilihan
apa yang tersisa bagi masa depannya? Ibarat dapat membaca jalan fikiran
Utuzo membawa Ashanty untuk menjauhi mayat suaminya yang terikat itu.
Dibelakangnya tetap ikut raja Manolo dan beberapa orang pengawalnya yang
sangat tegap. Beberapa puluh meter dibelakang mayat Azkenazy dan tahta
sang pemimpin terlihat sebuah lembah yang cukup dalam. Disitu tampak
patung menyeramkan yang rupanya adalah dewa pujaan rakyat suku bangsa
ini.
Di depan patung menyeramkan itu tampak dua buah pilar kayu serupa
dengan tempat mengikat mayat Azkenazy. Bedanya adalah di kedua pilar itu
tampak terikat rangka rangka manusia yang jelas telah lama mati tinggal
tulang belulang saja.
“Mati siksa korban makanan dewa , hidup senang ikut raja”, tiba tiba
terdengar lagi hentakan suara Manolo yang berat, seolah guntur
mendengung di telinga Ashanty dan dirasakannya tangan Manolo membelai
pinggulnya.
Tak perlu diuraikan lebih lanjut oleh Utuzo kali ini Ashanty telah
menyadari apa yang kini tinggal menjadi pilihannya : akan disiksa
sehingga mati untuk menjadi korban dewa berhala pujaan rakyat suku
Kotubo atau tetap hidup namun bersedia menjadi istri Manolo dan harus
bersedia memuaskan semua keinginannya. Ashanty tak sanggup menjawab dan
tak sanggup memutuskan apa yang terlebih baik : lebih baik mati saja
namun ia tak tahu apakah tahan sebelumnya mengalami segala macam siksaan
yang sadis. Atau biarlah menjadi istri sang raja Manolo yang lebih
mirip beruang atau gorila , dan permainan sadis apa yang harus
diterimanya seumur hidup berdampingan dengan pemimpin berbadan raksasa
ini.
Manolo tersenyum lebar melihat Ashanty yang hanya mengalirkan air
mata tersengguk sengguk dan menggeleng kepalanya seolah ingin memperoleh
jawaban yang terbaik namun sia sia saja tak dapat didengarnya.
Mendadak Manolo melepaskan tali ikatan penutup pinggulnya yang
terbuat dari kulit harimau , dan tanpa disadarinya Ashanty menoleh
kearah selangkangan Manolo. Disertai pekikan yang tertahan pandangan
mata Ashanty melebar penuh rasa takut dan tak percaya apa yang
dilihatnya : bukan saja penis suaminya , bahkan penis Aslan yang
memperkosanya didalam tenda , dan juga kelima alat kemaluan penduduk
suku asli pemerkosanya setelah itu – termasuk kejantanan Utuzo yang
membuatnya pingsan beberapa kali ketika disiksa perkosaan dan sodomi –
semuanya tak dapat menandingi penis raksasa dihadapannya. Penis raja
Manolo dalam keadaan “tidur” telah menyamai lebarnya lengan bayi dan
panjangnya mencapai setengah paha menggantung bagaikan senjata rahasia
kebanggaan yang empunya , bagaimana jika ereksi penuh – mana tahan
Ashanty harus melayani monster ini? Manolo tak menunggu dan tak
memperdulikan apakah Ashanty setuju atau tidak : Ashanty adalah istri
Azkenazy yang dimatanya memiliki kehudpan abadi tak akan mati karena
jantungnya berdenyut terus. Barangsiapa menjadi istrinya dan menguasai
tubuhnya pasti akan memperoleh lagi tambahan kekuatan sukar dikalahkan
siapapun.
“Nona siap sama banyak perempuan kasih obat jadi tahan sanggup kawin raja Manolo”, demikian ujarnya sambil
berbisik bisik ketelinga Utuzo yang tersenyum lebar dan menyeringai menatap Ashanty penuh kemesuman.
Tanpa banyak basa basi lagi tubuh Ashanty yang telanjang bulat
didorong, ditarik dan setengah diseret oleh para pengawal pribadi Manolo
terdiri dari lelaki muda bertubuh kekar menuju kebagian lain dari
markas mereka.
Pertama tama Ashanty dibawa kebagian paling bawah dari markas suku
Kotubu yang juga tersembunyi digunung Maronggo. Ternyata danau yang
terletak tak jauh dari kaki gunung itu mempunyai sambungan dan hubungan
dengan semacam sungai yang mengalir di bawah tanah markas suku Kotubu.
Disitu ternyata telah menunggu peluhan wanita setengah baya dan tanpa
memperdulikan protes Ashanty yang merasa sangat kedinginan, mereka
memandikan Ashanty dengan merendamnya disungai berair jernih namun
dengan arus tetap mengalir.
Ashanty tak hanya direndamkan di air biasa namun setelah itu juga
dimasukkan semacam kolam kecil dengan sumber air hangat dan dipenuhi
dengan segala macam daun dan bunga liar yang rupanya tumbuh di daerah
situ. Setelah itu Ashanty digusur ke dalam ruangan lain dimana telah
menunggu pula puluhan wanita suku Kotubu dan segera diseret menuju
tengah ruangan yang terletak agak lebih tinggi. Di situ ternyata ada
bale-bale dengan tinggi sekitar setengah meter terbuat dari batang
batang bambu yang sangat kuat demikian pula empat kakinya.
Sebelum Ashanty sempat menduga apa kegunaan dipan itu tubuhnya yang
bugil dan agak menggigil kedinginan diseret dan diletakkan diatas
bale-bale bambu itu. Kedua pergelangan tangan dan pergelangan kakinya
ditarik dipentang selebar mungkin dan diikat dengan semacam tali dari
anyaman rotan tipis ke ujung bawah kaki bale-bale sehingga tubuh Ashanty
kini membentuk huruf X besar. Ashanty mencoba melepaskan tangan dan
kakinya dan meronta sekuat tenaganya namun ikatan tali anyaman rotan
tipis itu ternyata sangat kuat. Jangankan untuk melepaskan diri,
berkutik atau bergesar sedikitpun Ashanty tak mampu lagi dan dengan rasa
cemas tercampur takut Ashanty menantikan apa yang terjadi selanjutnya.
Dua orang wanita setengah baya kini menempatkan diri disamping kiri
kanan bahu Ashanty dan dua orang lagi duduk langsung disamping pahanya
yang terpentang maksimal lebar dan terikat erat. Rupanya ke-empat wanita
setengah baya itu mempunyai tugas untuk memeriksa apakah ada bulu di
ketiak dan disekitar kemaluan Ashanty. Mereka meneliti dan memeriksa
sangat cermat bagian lipatan tubuh Ashanty itu dan setiap orang
mempunyai semacam alat capitan kecil terbuat dari kayu : setiap kali
ditemukan ada rambut halus diketiak maupun dipinggir vagina Ashanty maka
dengan capitan itu mereka segera mencabutnya. Hal ini sama sekali
diluar dugaan Ashanty yang tentu saja sebagai wanita modern memelihara
mencukur bulu bulu yang mengganggu kecantikan badannya. Namun Ashanty
memakai alat pencukur canggih “Ladi-Shave” sehingga proses pembersihan
bulu rambut itu berjalan dengan lancar tanpa dirasakan oleh kulit
Ashanty yang memang licin mulus itu. Kini pembersihan bulu badan
dilipatan tubuhnya yang tersembunyi dilaksanakan secara primitif :
setiap bulu atau rambut yang dicabut tentu saja akan dirasakan oleh
kulit Ashanty. Ke empat wanita setengah baya itu sama sekali tak perduli
Ashanty setiap kali menjerit kecil ketika bulu bulu halusnya dicabut
dan tubuhnya setengah mengejang melawan pengikat di ujung bale.
Proses yang sangat memalukan dirinya itu dirasakan Ashanty tak akan
berakhir padahal ke empat wanita itu sangat cekatan dan mereka telah
selesai membuat ketiak serta kemaluan Ashanty licin kelimis hanya dalam
waktu tak lebih dari satu setengah jam. Setelah proses depilasi ini
berakhir maka Ashanty merasakan kulit ketiak serta seluruh bukit
kemaluannya sangat panas dan gatal menyebabkannya berusaha meronta ronta
namun apa daya semua sia sia saja.
Setelah itu Ashanty dilepaskan dari ikatan di bale-bale itu namun
bukan untuk dibebaskan sama sekali : Ashanty kini di seret oleh para
pengawal pribadi raja Manolo sambil dikelilingi oleh pelbagai wanita
setengah baya menuju ruangan lain lagi. Ditengah ruangan berikutnya ini
ternyata dilengkapi dengan empat pilar amat kokoh terbuat dari kayu
kekar – dan Ashanty kini dibawa menuju ketengah ruangan itu. Dalam
posisi berdiri kini tangan kakinya dipentang kembali selebar mungkin dan
diikat lagi dalam posisi huruf X ditengah dua pilar. Kembali empat
orang wanita mendekati Ashanty yang berusaha menggeliat geliat dan
meronta dalam keadaan telanjang bulat itu.
Empat wanita setengah baya ini mempunyai tugas berikutnya yaitu
memijit dan melumasi seluruh tubuh Ashanty dengan cairan lici berminyak
tercampur sari tanaman yang dikenal khasiatnya untuk membangunkan hasrat
birahi seorang wanita – hal serupa pernah dialami Ashanty sebelum
diperkosa oleh Aslan. Tapi karena kali ini bukan wanita biasa yang akan
memasuki pelaminan melainkan pilihan raja Manolo maka konsentrasi
pelumas rangsang birahi ini dibuat tiga kali lebih tinggi dari yang
biasa dipakai di malam pengantin rakyat biasa suku itu.
Keempat wanita setengah baya yang berfungsi sebagai “juru perias”
pengantin itu sangat cekatan menguasai cara memijit mengurah badan
seorang wanita dengan jari jari mereka. Hanya bagian wajah Ashanty yang
tak dilumasi dan di dipijit oleh mereka namun selebihnya tak ada
sedikitpun yang lolos : mulai dari leher jenjang, bahu, ketiak, pundak,
buah dada terutama puting yang mencuat, pinggang , perut datar dengan
pusat mencekung , pinggul , lipatan paha, selangkangan , bukit kemaluan ,
belahan vagina , bongkahan pantat , celah anus diantara bulatan sekal
bahenol , tak ada satu milimeter persegi-pun yang lolos dari urutan jari
mereka. Bahkan bagian dalam dinding vagina dan anus Ashanty tak luput
dari gosokan cairan getah lumas perangsang dari tangan mereka.
Semuanya tak dapat ditolak oleh Ashanty : badannya yang semula terasa
hangat dan nyaman diurut dipijat dengan sedemikian mahirnya dengan
cepat berubah menjadi rasa geli gatal dan panas ibarat digigiti ribuan
semut.
Rasa kegelian dan kegatalan itu semakin lama semakin parah memuncak
sehingga Ashanty mengeluh meratap agar semuanya dihentikan. Badannya
yang terikat telanjang bulat meliuk liuk menggelinjang tak teratur
kesemua arah dan karena pergelangan tangan dan kakinya terikat erat maka
yang dapat bergoyang hanya bulatan pinggul dengan bongkahan pantat yang
begitu sempurna – gerakan mana disertau dengan nafas kembang kempis
sehingga perut yang datar juga ikut naik turun ibarat sedang latihan
tari perut di kisah 1001 malam.
Ditengah tengah penderitaan dan penyiksaan ini akhirnya Ashanty tak
tahan lagi dan menangis tersedu sedu disertai jeritan jeritan memohon
ampun minta dilepaskan dari ikatan dan diberikan kesempatan untuk
menggaruk seluruh badannya yang gatal – terutama bagian bagian intim
kewanitaannya.Ketika pandangan Ashanty mulai kabur karena dibasahi air
mata dan keputus asaan mengalami pelecehan seksual seperti itu
terdengarlah hiruk pikuk dari banyak orang yang memasuki ruangan
penyiksaan itu.
Ashanty melihat tubuh Manolo yang sedemikian tinggi besar berbulu
kini setengah tertutup oleh pelbagai perlengkapan perang suku primitif
itu, sedangkan diatas kepalanya terlihat semacam mahkota terbuat dari
kepala singa. Dengan langkah perlahan namun pasti Manolo dan para
pengawalnya mendekati Ashanty yang berdiri namun terikat erat telanjang
bulat tak berdaya. Ashanty melihat disebelah kanan Manolo berjalan Utuzo
dan disebelah kirinya ……melangkah dengan tegap dan gagah seorang laki
laki yang juga dikenal oleh Ashanty : Hutumali !!!
Ashanty langsung berteriak : “Tolong pak, tolong bicara dengan raja
Manolo bahwa saya datang hanya untuk mencaru suami saya , dan kini saya
hanya ingin kembali pulang kerumah dan melupakan semuanya. Tolong pak
saya bersumpah tak akan menceritakan siapapun mengenai pengalaman saya ,
tolong pak nanti saya bayar berapapun yang bapak kehendaki”.
Hutumali hanya tersenyum licik dan menoleh kearah Manolo , Utuzo dan
rakyat yang mulai berkumpul diruangan itu : “Nyonya telah memilih jalan
nasib sendiri , sejak semula telah saya peringatkan namun nyonya tidak
mau mendengar nasihat saya. Kini saya tak dapat menolong lagi karena di
daerah gunung keramat ini yang berkuasa adalah tetap suku Kotubo – dan
nenek moyang saya pun berasal dari suku ini. Mereka tetap hidup seperti
ratusan tahun lalu , tetap sederhana dan terpisah dari dunia modern.
Mereka melindungi hasil bumi alam negara ini yang dinincar dan ingin
dikuasai manusia serakah seperti misalnya suami nyonya dan Aslan.
Saya tak akan melarang niat Manolo untuk menjadikan nyonya sebagai
istrinya , dan saya tak akan mengkhianatinya karena sebetulnya Manolo
masih keluarga jauh dengan saya. Utuzo juga sebenarnya masih keponakan
jauh dari istri saya dan selalu saya tahu kemana dan dimana Utuzo
sebagai penunjuk jalan akan membawa pengunjung asing yang memasuki
daerah terlarang ini dengan alasan dibuat buat. Terimalah saja
perjalanan takdir dan nasib nyonya , sesuaikan diri dengan kehidupan
sederhana disini dan nikmatilah kehangatan setiap malam didalam pelukan
raja Manolo”.
Hutumali menoleh dan berbisik bisik ketelinga Manolo kemudian beralih
lagi menghadap Ashanty, memandang tubuh putih mulus telanjang bulat itu
dan meneruskan nasihatnya : “Saya mengatakan kepada Manolo bahwa wanita
modern yang telah terbiasa dengan kehidupan serba ada dan mewah harus
diajarkan disiplin, harus dikembalikan lagi dari dunia emansipasi
kedalam dunia leluhur dimana wanita selalu harus patuh terhadap suami,
harus selalu melayani keinginan suami , harus selalu memuaskan
keinginannya , dan kalau perlu sejak awal mula harus ditaklukkan secara
konsekwen sehingga akhirnya menyerah dan pasrah”.
Manolo memberikan tanda kepada para pengikutnya untuk memulai pesta
yang telah ditunggu oleh para rakyat penduduk suku Kotubu , mereka
diberikan izin untuk menikmati semua hewan buruan terbaik dan terlezat
yang biasanya hanya menjadi bahan santapan Manolo sendiri serta pengawal
pribadinya , mereka boleh bersenang senang sampai esok pagi hari,
berpesta sepuasnya diseluruh ruangan di dalam gunung , gua dan lembah
yang tersembunyi bahkan juga sampai ketepi danau , hanya dilapisan atas
kelima yang tak boleh dimasuki siapapun: disitu adalah ruangan tidur
raja Manolo sendiri dengan para istrinya serta selirnya.
Tak lama kemudian baik Utuzo maupun Hutumali pamitan dan mengundurkan
diri meninggalkan ruangan – semua rakyat telah keluar mencari tempat
bersenang senang – kini tinggal hanya berdua : Manolo dan Ashanty.
Ashanty menyadari bahwa hidup matinya berada ditangannya sendiri :
kalau ia masih tetap ingin hidup maka tak ada jalan lain ia harus
menuruti kemauan Manolo yang serbentara lagi pasti akan menagih haknya
sebagai suami. Memang benar dugaan Ashanty – ketika semuanya telah pergi
dan mengundurkan diri maka Manolo langsung mendekap dan memeluk
tubuhnya. Kulitnya yang halus mulus namun saat itu terasa hangat dan
gatal kini bersentuhan dengan badan Manolo yang berbulu lebat. Ashanty
tak berani melawan dan merasa seakan akan sedang dirangkul oleh gorila
raksasa. Meskipun udara disitu sangat panas lembab namun Ashanty
menggigil bagaikan orang sedang demam meriang. Harapannya hanya satu :
jatuh pingsan sebelum harus melayani nafsu hewaniah suami yang terlihat
begitu buas dan ganas. Namun harapan hanya tinggal harapan : dengan
kesadaran penuh Ashanty merasakan tubuhnya diangkat dibopong ibarat
selembar bulu yang ringan.
Dipelupuk matanya terbayanglah adegan dalam film King Kong dimana
seorang wanita berkulit putih dijadikan korban persembahan oleh penduduk
primitif dipedalaman hutan rimba. Wanita persembahan itu diangkat hanya
dengan satu tangan saja oleh gorila raksasa dan dibawa ke gua tempat
pemukimannya.
Ashanty merasakan dirinya juga kini sebagai wanita korban persembahan
tengah dipanggul untuk sebentar lagi memasuki neraka kawin paksa yang
selama ini hanya kisah dongeng. Manolo memanggul calon istrinya
selangkah demi selangkah mendekati ruangan tempat kediaman pribadinya.
Semua selir, para wanita penghibur serta tiga orang istrinya yang
umumnya hampir sama tuanya dengan dirinya sendiri telah diperintahkannya
untuk meninggalkan ruangan kamar tidur pribadinya.
Manolo tak mau diganggu saat ini karena ia ingin menikmati tubuh
Ashanty yang sedemikian bahenol merangsang , kulit Ashanty yang
sedememikian putih bersih mulus tanpa cacat sedikitpun diyakininya
adalah re-inkarnasi bidadari walhalla dan siapa dapat memiliki tubuh itu
akan memperoleh tambahan kesaktian dan pengaruh gaib dibandingkan
dengan kepala suku lainnya. Kini mereka telah memasuki kamar pelaminan
Manolo : ruangan penuh dengan obor menyala di pelbagai penjuru dinding
yang dihiasi segala macam tengkorak hewan besar dihutan itu, dari rusa
sampai dengan harimau serta pelbagai jenis ular raksasa yang hanya ada
di hutan rimba di kaki gunung itu. Di tengah ruangan tampak tepat tidur
raja Manolo berukuran sangat luas karena harus menampung besarnya tubuh
yang empunya – ranjang itu hanya mempunyai kaki sangat pendek namun
kokoh luar biasa terbuat dari kayu yang entah berusia ratusan tahun.
Yang menjadi “kasur” adalah timbunan daun jerami yang disusun tindih
bertumpuk setelah melalui segala macam proses tradisionil hutan dan
terasa hangat bagi yang menidurinya.
Manolo meletakkan tubuh istrinya yang telanjang bulat dan segera di
lepaskannya tunik penutup badannya hingga langsung terlihat betapa
kontrasnya kedua badan pasangan yang sama sekali “tidak sebibit, sebabat
atau sebobot” seperti selalu dikatakan oleh penduduk Jawa tradisionil.
Kembali Ashanty bergidik merinding dan tanpa sadar kembali berusaha
menjauhkan dirinya dari tubuh raksasa hitam penuh bulu dihadapannya.
Manolo rupanya ingin mengurangi bahkan menghilangkan rasa takut istri
barunya dengan berusaha bersenyum dan memperlihatkan keramah tamahan ,
namun karena memang wajahnya begitu menyeramkan maka mimik yang
dinilainya sendiri sebagai senyuman bahkan dimata Ashanty bagaikan
seringa binatang buas yang akan mencabik merobek dan menyantapnya.
Karena itu Ashanty semakin menggeserkan badannya tapi disatu saat tentu
saja tak berhasil lagi karena telah mencapai pinggiran “ranjang”.
Di saat itu Manolo meraih dan menangkap tubuh langsing istrinya dan
didekapnya Ashanty dengan kedua lengan berbulunya tanpa memperdulikan
rontaan mangsanya yang lemah dan sia sia saja. Manolo memeluk istrinya
dengan tenaga yang dianggapnya sendiri sangat halus dan lemah lembut
namun bagi Ashanty dirasakan menyesak dadanya dan membuatnya mulai sukar
bernafas, apalagi ketika Manolo tiba tiba menunduk dan menciumnya.
Dengan ukuran mulut dan bibirnya yang sedemikian besar Manolo menutup
mulut dan bibir ranum Ashanty yang merah merekah sehingga kelabakan
karena merasa susah bernafas. Ketika akhirnya Ashanty berhasil dengan
susah payah menemukan jalan nafasnya kembali maka terciumlah bau mulut
Manolo yang tak menyenangkan. Aroma mulut dan ludah Manolo mengingatkan
campuran bau tembakau , daun sirih dan cengkeh yang membusuk – semuanya
adalah bau yang tidak dikenal oleh Ashanty menyebabkannya pengap dan
langsung batuk-batuk tersedak.
Manolo sebaliknya tak memperdulikan semuanya karena justru sebaliknya
dinikmatinya bau mulut ludah Ashanty yang terasa harum dan lain sekali
dengan aroma mulut wanita desa suku Kotubu. Dengan ganas Manolo semakin
rakus melumat bibir Ashanty sekaligus ditariknya rambut panjang tergerai
melebihi bahu menyebabkan Ashanty menjerit kesakitan: Kesempatan ini
dipakai lidah Manolo bagaikan ular memasuki rongga mulut wanita cantik
yang sedang dijarahnya, kemudian lidah itu mulai bersilat menyapu langit
langit tanpa perduli perlawanan lidah Ashanty yang tentu saja jauh
lebih kecil dan lemah. Semua tindakan Manolo ini menyebabkan tubuh
Ashanty yang sejak di urapi dan dilumasi segala macam ramuan obat
perangsang oleh ke empat wanita setengah baya tadi mulai lagi
menggejolak panas kegatalan. Permukaan kulitnya yang memang halus dan
peka semakin tak nyaman karena digesek terus menerus oleh kulit Manolo
penuh bulu bulu kasar dan kini ditambah lagi dengan rasa gatal. Manolo
menempatkan diri dengan posisi agak menyamping disebelah kanan tubuh
mangsanya , tangan kanan Ashanty tertindih oleh tubuh Manolo sehingga
tak dapat dipergunakan melawan sama sekali , lengan kiri atas Manolo
diletakkan dibawah leher Ashanty ibarat bantal kepala.
Tangan kiri Manolo mencengkeram pergelangan tangan langsing Ashanty
demikian erat sehingga Ashanty merasa sangat kesakitan dan jika
diinginkan maka dengan kekuatan penuh pastilah pergelangan Ashanty akan
dapat remuk di cengkeraman Manolo. Setelah kedua tangan Ashanty berada
sepenuhnya dibawah kekuasaan dan tak dapat dipakai melawan, maka dalam
posisi agak miring menyamping Manolo menindih dan menekan paha kanan
Ashanty yang sebelumnya direntangkan selebar mungkin. Kaki kanan Manolo
dengan paha dan betis sedemikian kekar penuh cacat² bekas luka
pertempuran kini memaksa membuka selangkangan Ashanty yang berusaha
mati²an mengatup namun tentu saja kalah tenaga.
Hanya dalam waktu tak ada satu menit kedua paha Ashanty begitu putih
halus mulus telah terkangkang sempurna tertekan oleh kedua paha Manolo
yang sedemikian besar penuh bulu berwarna hitam legam. Penuh kepuasan
kini
Manolo melepaskan ciumannya sebentar dan menyaksikan mangsanya yang
menggeliat meronta tanpa berdaya melepaskan diri. Wajah Ashanty menoleh
kekanan kekiri berusaha menghindari ciuman buas Manolo berikutnya namun
sang raja mengalihkan ciumannya kini ke leher jenjang , menyapukan
lidahnya yang kasar ketelinga dan berbisik :
“Bagus , baguuus , uuummmmh wangi wangiii , tahaan lagiiiiii ,
ssshhhhh , sebentaaar lagiiiii sakiiiiit , tapiiii nanti makiiiiiin
baguuuus , cantiiiiikkk , rasaaaaa nikmaaaat”.
Sambil mengoceh dengan bahasa campuran sukar dimengerti Manolo
meningkatkan kegiatannya dengan tangan kanannya yang sama sekali bebas
mengusap usap seluruh badan Ashanty : kedua buah dada sintal kenyal
dengan puting menggemaskan kini menjadi sasarannya , diremas remas
dengan lembut dan kasar bergantian membuat Ashanty semakin menggeliat,
menjerit kesakitan namun sesaat kemudian meronta ronta akibat rasa ngilu
nikmat.
Tangan kasar Manolo menarik mencubit memilin dan memijit pentil yang
semakin lama semakin keras menegang, lalu jari jari kasar itu diganti
oleh bibir Manolo yang besar dower bergantian dengan gigitan gemas
meninggalkan cupangan merah dikulit payu dara yang putih itu.
Sambil terus menerus
menggigiti dan menjilat jilat buah dada montok Manolo meneruskan
perjalanan jari tangan kanannya menuruni lembah perut datar, menggoda
sebentar pusar yang berdenyut kegelian, dan turun turun turun memasuki
bukit yang telah licin karena dicabuti bulunya oleh para wanita setengah
baya tadi. Kulit didaerah bukit kemaluan Ashanty yang sangat sensitif
itu setelah dicabuti bulu kemaluannya terasa panas agak perih – apalagi
setelah diolesi dengan ramuan perangsang dicampur sari ulat bulu – kini
tanpa rasa kasihan sedikitpun diraba dan diusap usap oleh jari kasar
Manolo. Rasa panas dan perih kini bertambah dengan rasa gatal tak
terkira menyebabkan Ashanty ingin menggaruk atau paling sedikit mengatup
dan menggesek gesek kedua pahanya melawan siksaan di selangkangannya
itu. Apa mau kedua paha belalangnya dipaksa mementang semaksimal mungkin
dan ditekan oleh kedua paha dan betis Manolo sehingga tak ada yang
dapat dilakukan oleh Ashanty selain meratap merintih memohon agar
penderitaannya segera diakhiri :
“Ooooooh, eeeennnnngghhh, uudaaaaaah , uddaaaaaah , ssssshhhhhhh ,
periiiiiih , auuuuuw , eeiiiinnnnnngh , toolooonnngg , geliiiiiiiiiiii ,
geeeliiiiiiiiiiii , oooooouuuuh , eempfhaaaammmpuuuuunn , uudaaaaah
doooong”.
Manolo sangat puas melihat istrinya meronta menggeliat tanpa dapat
berkutik dibawah kekuasaannya , melihat wajah sedemikian ayu cantik
menggeleng kekiri kakanan menahan derita tak terkira , melihat pipi
halus dibasahi air mata , melihat hidung bangir mancung kembang kempis
mendengus semakin cepat dan terutama mulut manis terbuka mendesah tak
habisnya – inilah saatnya membuktikan kejantanannya dan menaklukkan
total istrinya.
Manolo membalikkan tubuhnya sehingga kini sempurna menutupi tubuh
Ashanty , tubuh Manolo tertutup bulu tebal kasar hitam legam hampir dua
meter, seberat hampir seratus duapuluh kilo menindih tubuh istrinya yang
sintal langsing semampai tak sampai enampuluh kilo. Ashanty merasa
seluruh isi paru parunya tertekan dan tidak dapat bernafas sama sekali ,
berontak pun sama sekali tak ada gunanya , selain itu terasa sangat
mengganggu adalah rasa panas dan gatal disemua bagian badannya yang
vital dan ini membutuhkan pemuasan.
Manolo meletakkan kedua paha dan betis Ashanty yang menekuk lemas di
atas pundaknya , kedua pergelangan tangan Ashanty yang sedemikian
langsing dicengkeramnya diatas kepala Ashanty cukup dengan hanya memakai
satu tangan kirinya. Tangan kanannya kini memegang dan mengarahkan
penisnya yang telah sedemikian tegang selingkar ujung pukulan kasti dan
sepanjang hampir duapuluh delapan senti dengan kepala berbentuk topi
baja kearah celahan dilembah bukit venus yang lembab.
Ukuran kepala penis itu terlihat terlalu besar untuk menguak membelah
celah vagina Ashanty namun hal bukan sesuatu hal baru bagi Manolo yang
telah sering sanggama dengan wanita sukunya sendiri dengan ukuran vagina
bukan tandingan rudalnya. Manolo tahu bahwa obat ramuan perangsang yang
dilumaskan dan bahkan dioleskan kedalam dinding Ashanty oleh para
wanita setengah baya tadi akan menunjukkan khasiatnya dan membantu penis
raksasanya membelah celah kemaluan Ashanty.
Dinding celah kewanitaan Ashanty telah basah dan licin dengan madu
alamiah , belahan bibir kemaluan Ashanty telah membengkak pula
diakibatkan rasa gatal dan penebalan ini membuatnya merekah seolah
mengundang datangnya kejantanan yang menerobos masuk menghantam gerbang
rahimnya. Perekahan bibir kemaluan Ashanty menyebabkan pula agak keluar
dan menonjol pula sang kelentitnya yang kini tersentuh oleh ujung penis
Manolo yang memang sengaja di usap dan digesek geseknya sepanjang celah
vagina.
Meskipun hanya sedikit sekali namun Manolo merasakan bahwa ujung
kepala kemaluannya berhasil memasuki celah kecil diantara bibir kemaluan
Ashanty – dan aaaah betapa hangatnya belahan yang sebentar akan dipaksa
membuka semaksimal mungkin oleh senjata kebanggaannya. Manolo
membiarkan rudalnya singgah tanpa bergerak ditengah belahan amat sempit
itu. Jari jari tangan kanannya tak lagi memegang kemaluannya itu
melainkan berusaha menguakkan dan membuka bibir vagina Ashanty lebih
lebar. Dengan bantuan jari tangan ini Manolo merasakan kepala penisnya
yang semula hanya menempel diawal belahan vagina kini agak mulai behasil
menyelinap diantara dinding halus dan licin. Manolo menekan sedikit
demi sedikit kejantanannnya lewat portal surgawi, namun sebagaimana
telah di duganya maka proses selanjutnya tak semudah itu karena tak
sebandingnya ukuran kelaminnya dengan istrinya. Pada saat itu Ashanty
masih belum menyadari penuh apa yang akan dialaminya sebentara lagi ,
dirasakannya saat itu sedikit “keringanan” atas rasa gatalnya karena ada
yang menggesek gesek liang vaginanya, sementara ia melupakan betapa
ukuran panis raksasa Manolo yang bebarapa saat lalu menyebabkannya
gemetar ketakutan.
Bagi Manolo penetrasi ke liang surgawi Ashanty ibarat sedang
memerawani seorang gadis berusia belasan tahun: meskipun dinding vagina
Ashanty telah begitu hangat berlendir licin bagaikan dilumas minyak
namun diameter penisnya memang diluar proporsi dibandingkan rata rata
diameter wanita Asia. Namun proses evolusi manusia telah berjalan
berabad abad termasuk evolusi alat kelamin wanita dewasa yang jika telah
lewat masa pubertas akan sanggup “menampung” alat kelamin lelaki dewasa
partnernya, meskipun berbeda ras maupun tinggi dan besar badan mereka,
hanya proses penetrasi akan sangat menyakitkan jika si lelaki terlalu
kasar dan tak sabaran.
“Nona sekarang tahan sakit, tahan masuk saya , jangan lawan tidak
bagus , rusak nanti tidak bagus , lama biasa kurang sakit , masuk minta
enak , enak dan bagus nanti”, demikian Manolo mencoba menenangkan
istrinya disaat makin menekan dan mendorong masuk penisnya , tapi
Ashanty tak mengerti karena susunan kata kacau balau.
Milimeter demi milimeter Manolo menancapkan rudal kebanggaannya
kedalam lubang sedemikian sempit, setiap milimeter dirasakan Ashanty
sebagai siksaan tak ada taranya , selangkangannya bagaikan sedang
dibelah dua , vaginanya dipaksa membengkang melebar sedemikian rupa
sehingga terasa nyeri ngilu dan tiap saat akan koyak.
Namun dibalik rasa tersiksa tak terlukiskan ribuan kata kata dinding
vagina Ashanty yang juga dilanda kegatalan akibat olesan ramuan
perangsang secara perlahan namun pasti merekah dan mengembang –
menyambut lembing daging yang menyumbat penuh sesak sang lubang nirwana.
Didalam puncak keputus asaannya Ashanty melenguh “Udaaaaaaah ,
udaaaaaah , enggggggaaaaaa muaaaaat lagiiiiiiiii, jangaaaan
diterusiiiiin , aaampuuuun ampuuun , aaaah , saaakiiiiiiitt ,
panaaaaaaaass , sssshhhhhhhhhh , geeliiiiiiiii udaaaaah dong ,
saaakiiiiiitt , ammpuuuunn”.
Namun Mnaolo mana mau melepaskan mangsanya , bahkan dengan penuh
semangat diteruskannya tusukan penis raksasa kebangaannya semakin dalam ,
ia tak perduli lubang itu terbengkang sedemikian lebar sehingga Ashanty
menjerit jerit bagai kancil lemah sedang disembelih. Paha dan betis
Ashanty yang tergantung dipundak Manolo hanya dapat dengan lemah memukul
mukul punggung pemerkosanya tanpa daya sedikitpun.
Kedua buah dadanya juga terasa sedemikian bengkak memar penuh dengan
bekas remasan jari kasar , putingnya terasa perih karena lecet disana
sini akibat dipelintir, dicubit, dipilin, bahkan digigit gigit oleh
“suami gorila”nya yang sedang dilanda nafsu birahi. Setiap milimeter
masuknya penis Manolo menyebabkan Ashanty mendengakkan kepalanya sambil
merintih rintih menyebabkan iba yang mendengarnya, hanya saja Manolo
sudah bertekad akan menumpahkan benihnya kedalam rahim sang istri. Oleh
karena itu tetap dipaksakannya penisnya masuk , putar sedikit kekiri ,
makin dalam masuk, putar sedikit kekanan , makin masuk kedalam , masuk
masuk dan akhirnya……. ujung penis itu menyentuh mulut rahim Ashanty.
Mulut rahim seorang wanita memang penuh jutaam syarat peka sehingga
Ashanty memekik tidak karuan :
“Aaaauuuuuuwww , aaauuuuuuuuuww , udaaaaaah , ngiluuuuuuuuuu ,
sakiiiiiiiiiiiiit , lepaaaskaaan , engggga taahaaaaan lagiiiiiiiii “.
Kini semua rasa gatalnya telah punah sirna , hanya rasa panas nyeri
ngilu sakit dan nikmat sekaligus seilih berganti – apalagi Manolo mulai
dengan teratur menarik sedikit penisnya kemudian di tekannya lagi , di
maju mundurkan , diputar putarnya menusuk vagina Ashanty ke segala arah.
Tak pernah seumur hidup Ashanty membayangkan persetubuhan dengan
lelaki dapat sedahsyat se-intensif seperti ini , semua yang pernah
dialaminya , juga perkosaan massal sebelumnya punah memucat dibandingkan
saat ini. Tanpa dikehendaki dan betul betul diluar kemauannya lagi
Ashanty mengalami orgasmus demi orgasmus , tak mungkin lagi dihitung
berapa kali , setiap orgasmus bagaikan mencapai puncak gunung tinggi ,
dihempaskan lagi kebawah , di seret lagi ke puncak gunung lebih tinggi
lagi , dibanting lagi ke lerengnya.
Jutaan bintang berputar putar dihadapan matanya , jeritan melengking
dari celahan bibir manis yang tiada henti semakin lama semakin melemah
menjadi rintihan dan dengusan , hidung yang kembang kempis semakin
lambat mengeluarkan nafas dan akhirnya Ashanty melihat didepan matanya
awan gelap semakin gelap menutupi benaknya sebelum jatuh pingsan.
Dimalam itu Manolo menunjukkan Ashanty apa artinya bersetubuh dengan
raja suku Kotubu , menunjukkan apa keinginan Manolo untuk dipuasi oleh
istrinya , mengajarkan Ashanty membuka mulut maksimal untuk mengulum dan
menyepong penis raksasa , menjilat dan membasahkannya sebanyak mungkin
dengan ludahnya , karena sesudah itu Ashanty harus pasrah sepenuhnya
untuk dimasuki baik dari depan maupun belakang , baik vagina maupun
anusnya.
Percuma saja Ashanty memohon
untuk tidak disodomi karena ratapan istri sedemikian cantik yang
berlutut menyembah dihadapannya bahkan akan lebih memacu nafsu
kebinatangannya. Ashanty mengetahui dan belajar menerima nasibnya ,
akhirnya menyerah dan pasrah sepenuhnya dijadikan ratu suku bangsa
Kotubu.
Untuk Melihat Video Selengkapnya Klik Di Bawah ini :
No comments:
Post a Comment