Agen Tangkas Online - Cerita Hot 2017: Petualangan di Tanah Papua - Dari sekian banyak negara yang membutuhkan bahan hasil alam mentah
didunia ini terutama di di Asia maka tiga negara yang sangat prominen :
China sebagai The New Rising Power , Korea Selatan dengan industrinya
yang semakin lama semakin canggih dan sanggup menandingi negara Barat
paling modern , dan tentunya Jepang yang sama sekali tak mempunyai bahan
mentah apapun di negaranya namun telah menjadi kekuatan ekonomi luar
biasa dan dapat bersaingan dengan USA maupun negara-negara industri
klassik Eropah seperti Jerman, Perancis dll.
Agen Tangkas Online - Terutama setelah Jepang terkena bencana gempa bumi dan selanjutnya
Tsunami dahsyat sehingga reaktor nuklir Fukushima mengalami “melting
down” dan terpaksa dihentikan sama sekali aktivitasnya, maka diperlukan
sekali bahan bakar alternatif lain.
Selain itu dengan semakin pesatnya
segala macam sarana komunikasi modern baik dalam bidang elektronika ,
komputer , smartphones, smart pads serta play stations maka diperlukan
pula pelbagai logam mulia dan stengah mulia yang langka.
Tak dapat diabaikan pula didalam dunia glitter and glamour serta mode
yang aneh aneh diperlukan juga emas berlian yang kebanyakan berada di
daerah terpencil belum terjamah. Di pelbagai negara berkembang dimana
banyak terdapat sumber alam masih sering terjadi peperangan karena
selain memang penduduk asli disitu sudah ribuan tahun selalu gontok²an
antara suku satu dengan suku lain hanya karena soal sepele saja.
Disamping itu kekuatan negara kapitalis juga ikut memainkan peranan
karena menginginkan hasil bumi mereka dan berusaha kerja sama dengan
regime yang korup dipelbagai negara itu. Hal yang sama terjadi di daerah
Amerika Selatan (Amazona) dibenua Afrika dan tentunya tak dapat
dilupakan pengambilan hasil bumi , hutan dan laut misalnya dari negara
Indonesia oleh kekuatan asing yang tentunya hanya dapat berhasil karena
penguasa setempat dengan mudah dapat disogok dan diberikan uang semir.
Yang menjadi korban selalu adalah rakyat jelata yang tak berdaya
melihat penjarahan bumi milik mereka oleh penguasa korup bangsa sendiri
yang dengan senyum lebar munafik di koran menjual hasil alam kepada
bangsa asing. Kisah cerita hot 2017 dibawah ini mempunyai latar belakang
yang benar terjadi Papua New Guinea sekaligus dicampur dengan dengan
inti dari sebuah film tua dengan lokasinya juga di Pulau New Guinea.
Setelah membaca bagian pertama dari kisah cerita hot 2017 ini mungkin
sekali masih belum nyata dan terfahami apa sangkut paut para pelaku
cerita dan hasil bumi alam Papua New Guinea – di bagian kedua barulah
akan jelas hubungan latar belakangnya.
PAPUA NEW GUINEA
Pesawat terbang Pakistan Airlines yang datang dari Singapore telah
mendarat di salah satu lapangan udara di negara Papua New Guinea dan
para penumpangnya hampir semua telah turun. Sebelum crew sebagaimana
biasanya turun terakhir maka muncullah sepasang wanita dan pria
bergandengan tangan : sang wanita terlihat sangat cantik dengan wajah
oriental.
Sang pria terlihat agak indo cukup ganteng namun sedikit angkuh dan
pandangan agak sinis disertai dengan kulit berwarna sawo matang gelap.
Keduanya terlihat bergegas menuju douane dan setelah mereka
diperbolehkan lewat, maka mereka pun bergegas menuju tempat pengambilan
koper. Setelah itu mereka menanyakan kepada petugas yang berdiri disitu
dan ditunjukkan kearah koridor dengan tulisan imigrasi untuk urusan
diplomasi dan orang asing dengan status yang khusus. Mereka memasuki
ruangan kantor yang cukup besar dan dipersilahkan duduk oleh pejabat
disitu.
Sang pejabat yang berpakaian seragam resmi militer dengan tingkat
mayor itu meminta mereka menunjukkan paspor mereka dan lembar demi
lembar kedua paspor tamu itu dibuka, diteliti oleh sang pejabat, sambil
setiap kali melirik memperhatikan kedua tamu asing itu bergantian, namun
terlebih sering lirikannya mengarah ke tamu wanita.
Dalam paspor sang pria tercantum nama Aslan Badilla berusia 37 tahun ,
kelahiran Tasmania , WN Australia , tempat tinggal Kuala Lumpur ,
pekerjaan insinyur. Ketika sang pejabat yang terlihat dari papan kecil
label di dadanya bernama Riga Hutumali itu menanyakan lebih lanjut
bagian apa maka dijawab Aslan “pertambangan”. Mayor Hutumali membalik
balik halaman paspor Aslan dan dilihatnya sebagian besar telah penuh
dengan stempel visum pelbagai negara , kebanyakan di benua Afrika , ada
beberapa dari Amerika Selatan. Ketika ditanyakan oleh Hutumali apa
maksud kedatangan Aslan kenegara Papua New Guinea maka langsung diselah
oleh si wanita :
“Pak Aslan akan mendampingi saya mencari suami saya yang sedang
ekpedisi mencari sumber minyak didekat danau Kutabu, namun sejak tiga
bulan tak ada beritanya lagi , juga dari semua anggauta team ekpedisi”.
Sebelum Mayor Hutumali sempat menanyakan lebih lanjut maka Aslan meneruskan informasi :
“Sekaligus saya juga akan menyelidiki didaerah yang sama apakah juga ada hasil bumi alam lainnya”.
“Apa misalnya dan atas perintah atau order dari perusahaan apa ?”, tanya Hutumali dengan lirikan curiga.
Aslan mengeluarkan selembar kertas dari handbagnya dan ternyata
dokumen itu adalah surat izin resmi explorasi yang di keluarkan oleh
instansi pemerintah di Port Moresby. Hutumali kini mengalihkan
pandangannya ke sang wanita sambil membuka halaman paspor dimana tertera
nama: Ashanty Lee, usia 25 tahun , lahir di Singapura , WN Malaysia ,
domisili di Kuala Lumpur , pekerjaan Marketing Manager.
Si petugas Hutumali membandingkan beberapa kali foto di paspor dengan
individu wanita di hadapannya itu, di coba di nilainya yang mana lebih
cantik apakah foto berwarna dipaspor atau orangnya sendiri. Hutumali
tidak mencoba mencari jawaban lebih lanjut karena pasti akan sia sia
saja, sebaliknya dimulainya saja pertanyaan yang timbul di benaknya :
“Anda mengatakan ingin mencari suami anda yang hilang tak ada berita – siapakah nama suami anda itu ?”
“Professor Azkenazy”, jawab Ashanty , dan dilanjutkannya “Beritanya pasti telah tersebar di media disini”.
“Hmmm, ya memang benar , sejak tiga minggu selalu banyak berita dan
spekulasi hilangnya seorang Profesor di tengah rimba”, ujar Hutumali ,
“Namun dengan cara apa anda atau kalian ingin mencarinya, sedangkan
tenaga ahli dari daerah sini sampai sekarang tak dapat menemukan suami
anda itu”.
“Kontak yang terakhir saya terima hampir empat minggu lalu , dan
suami saya mengatakan lewat tilpon telah menyeberangi sungai yang
bermuara ke danau besar sekali , dari tepi mana ia melihat sebuah gunung
tinggi dengan puncak aneh seperti bentuk sirip ikan hiu. Dikatakannya
lebih lanjut bahwa esok harinya team ekspedisi akan mencoba untuk
mendekati kaki gunung karena diduga keras bahwa disitu terletak banyak
sumber alam yang mereka cari”, lanjut Ashanty, “namun setelah itu tak
ada ada lagi berita yang saya terima”.
“Berita sama juga telah saya terima sebagai teman kerja dan mengenal
Professor Askenazy sejak cukup lama”, demikian Aslan melanjutkan, “oleh
karena itu saya langsung kontak dengan ibu Ashanty, dan kami memutuskan
untuk mencari beliau bersama, dan demikianlah kini berada disini untuk
memulai usaha pencarian”.
Hutumali terlihat agak berubah wajahnya mendengar kalimat terakhir
ini , diubahnya posisi tubuhnya dengan agak gelisah , sambil ditutupnya
paspor si wanita.
“Betulkah apa yang anda katakan terakhir itu ?” tanya Hutumali dengan wajah berubah menjadi serius bahkan agak tegang.
“Saya sama sekali tak dusta, silahkan tanyakan Aslan karena ia saat
itu juga kebetulan berada diruangan bersama saya. Namun apakah alasannya
bapak meragukan keterangan saya ?” , balas Ashanty bertanya agak
jengkel.
Hutumali menarik nafas afak penjang sebelum menjawab : “Persoalannya
begini, daerah sekitar sungai dan danau yang suami anda sebutkan itu
sudah sekian lama tak pernah ditemukan oleh penduduk asli sekalipun.
Biasanya selalu tertutup kabut yang sangat padat gelap sehingga sinar
matahari hampir tak pernah menembusnya. Apalagi sampai dapat terlihat
puncak gunung yang berbentuk sirip ikan hiu – itu oleh penduduk sinipun
telah dianggap sebagai legenda saja. Selain itu……”.
“Selain itu apa lagi yang bapak ketahui mengenai daerah , danau dan
gunung itu ?” kini Aslan yang berganti menanyakan dengan wajah penuh
ingin tahu.
“Selain itu menurut kepercayaan penduduk sini , daerah itu memang
kaya akan sumber alam namun sangat angker ditakuti , tak pernah ada yang
masuk kedaerah itu , apalagi sampai ke gunung yang sangat ditakuti ,
dan dapat kembali lagi dengan masih hidup – semuanya hilang begitu saja
tanpa bekas”, lanjut Hutumali. “Ada pula yang mengatakan bahwa daerah
kaya raya itu dijaga oleh suku bangsa sangat buas primitif yang masih
kanibal”.
“Ah, masakan di zaman modern saat ini masih ada suku bangsa kanibal
yang makan daging manusia , itu pasti hanya khayalan dan fantasi dalam
film Holywood saja”, sanggah Ashanty yang disetujui oleh Aslan dengan
mengangguk kepalanya.
“Itu terserah kalian mau percaya atau tidak, hanya saja saya khawatir
bahwa jika kalian membutuhkan bantuan tenaga penduduk sini maka mungkin
hanya sedikit sekali yang akan bersedia membantu, mungkin tak ada sama
sekali” , sambung Hutumali sambil menyerahkan kedua paspor yang telah
diberikan stempel olehnya.
“Kami telah memperhitungkan persoalan itu sebelumnya – karena saya
pernah dua kali tracking kanu didaerah dekat sini, dan karena itu saya
mengenal beberapa guide amatir yang saya hubungi sebulan lalu. Memang
benar tak banyak yang bersedia membantu , hanya tiga orang saja – namun
itu cukuplah untuk membawa dan memanggul barang barang kami yang juga
tak terlalu banyak”, demikian jawab Aslan.
“Hendaknya kalian ketahui bahwa jika kalian bertekad meneruskan
rencana yang sangat berbahaya itu maka silahkanlah , namun semuanya atas
tanggung jawab dan risiko sendiri. Kami akan sulit sekali atau bahkan
tak dapat menolong lagi jika kalian tersesat dan berada didaerah yang
telah saya sebutkan tadi”, Hutumali bangun dan mengakhiri percakapan
itu, sambil sekali lagi melirik tubuh Ashanty yang langsing sexy
semampai.
Hari telah memasuki senja ketika lima orang – empat laki laki dan
seorang wanita – akhirnya menemukan sebuah tempat yang mereka anggap
cocok untuk bermalam. Tempat itu dekat anak sungai dengan air jernih
mengalir , agak terlindung batu batu besar serta beberapa pohon beringin
yang pasti telah ratusan tahun umurnya. Ke empat laki laki : Aslan
serta tiga penduduk asli Papua disitu yaitu Gbagbo berusia sekitar
empatpuluh lima, Ntsubo sekitar tigapuluhan dan yang termuda Utuzo baru
memasuki usia duapuluh satu.
Memang benar apa yang
dikatakan Hutumali bahwa sukar sekali untuk menemukan penduduk asli yang
bersedia membantu perjalanan mereka sebagai penunjuk jalan serta
sebagai kuli pikul barang bawaan mereka. Setelah mengeluarkan uang cukup
banyak untuk ukuran di desa pedalaman Papua akhirnya Aslan dan Ashanty
menemukan ketiga lelaki yang menurut pengakuan mereka mengetahui arah ke
danau dan gunung dimaksud.
Mereka telah berjalan menembus hutan rimba sedemikian lebat dan
rimbun sehingga hampir setiap jejak harus di buka dan di kuakkan dengan
golok parang mereka yang sangat panjang dan tajam disebut machete.
Machete adalah parang yang memang dimiliki setiap penduduk disitu ,
sangat kuat dan tajam sehingga dengan mudah dapat menebas memotong
batang cabang kayu, tak perlu ditanyakan lagi machete juga merupakan
senjata ampuh untuk berburu dan menebas leher binatang buas. Disamping
itu ketiga penduduk asli itu sebagaimana umumnya di daerah situ sangat
ahli memanah dengan ujung yang beracun , lalu pisau belati yang mereka
bawa juga khusus untuk “survival” di rimba : berbentuk stiletto atau ada
yang berbentuk lemmet dengan gerigi tajam dibagian atas. Aslan membawa
alat senjata serupa : pisau belati stiletto , machete dan senapan
windchester laras dua (dubbel-loops), sedangkan Ashanty membawa stiletto
dan pistol kaliber 38.
Semua senjata yang mereka bawa itu telah menunjukkan kegunaannya :
selama hari hari terakhir ketika mereka semakin memasuki ke lebatan
hutan rimba itu mereka telah beberapa kali mengalami serangan dari
binatang liar dan buas termasuk yang terakhir babi celeng, beruang dan
ular sanca (python) yang cukup panjang.
Tak perlu disebutkan seringnya mereka harus membunuh kelabang,
kalajengking, lintah darat dan labah labah berbisa. Ke-empat laki laki
itu menurunkan berang barang yang dibawa punggung mereka , mereka
kemudian dengan sangat cekatan membangun tiga buah tenda : sebuah yang
besar cukup untuk ke tiga guide , sebuah untuk Aslan dan sebuah lagi
untuk Ashanty.
Setelah ketiga tenda itu selesai dipasang , maka mereka mulai
menghidupkan api dan mulai menyiapkan hidangan yang akan mereka santap
malam itu : daging kelinci hutan disertai dengan ubi liar yang memang
tumbuh subur di rimba belantara itu. Ashanty yang di hari hari pertama
masih ragu dan agak canggung menikmati makanan seadanya itu , kini telah
terbiasa dan dapat memakannya dengan lahap. Setelah makanan itu siap
dan matang diolah oleh ke empat pria itu , mereka makan bersama dengan
lahap karena semuanya telah sangat lapar.
Setelah itu sebelum merebahkan diri, beristirahat dan tidur Ashanty
berniat membersihkan tubuhnya yang telah basah dengan keringat setelah
berjalan seharian dengan mandi di anak sungai. Dicarinya dan disusurinya
anak sungai yang mengalir deras dengan air jernih itu, kemudian
dicarinya pula bagian yang cukup terlindung semak semak sehingga
dirasakannya cukup aman dan nyaman tak terlihat oleh orang lain.
Setelah ditemukannya tempat itu Ashanty mulai melepaskan baju dan
celana panjangnya yang berwarna coklat kehijauan khusus dan cocok untuk
camouflage di hutan. Setelah itu Ashanty sekali lagi menoleh ke kiri
kanan dengan seksama untuk memastikan bahwa tak ada mata lancang yang
mengintipnya sebelum ia perlahan lahan membuka bh-nya berukuran 36 C ,
kemudian melorotkan cd-nya sehingga jatuh ke bawah.
Hati hati Ashanty melangkah kearah tepi sungai yang tak terjal,
disentuhnya air jernih yang mengalir dengan jari jari kakinya untuk
merasakan apakah terlalu dingin. Ternyata air jernih mengalir lumayan
deras itu tak terlalu dingin malahan terasa nyaman menyegarkan kepenatan
tubuh Ashanty yang telah lelah dipakai seharian menembus rimba belukar.
Ashanty merendamkan tubuhnya sehingga menutupi perutnya yang datar
dan terhias pusar menggiurkan – kini hanya buah dadanya yang masih
terlihat, dan Ashanty mulai menggosok dan menyabuni wajahnya , leher nan
jenjang , pundak , ketiak yang mulus tanpa bulu selembarpun dan
akhirnya juga kedua payu daranya.
Ashanty memejamkan matanya dan menikmati derasnya aliran air sejuk
menyentuh kedua buah dadanya, kedua terutama putingnya yang amat peka
mulai terasa membesar menegang dan semakin membengkak. Dibayangkannya
iusapan dan belaian mesra suaminya yang telah berminggu² tak
dirasakannya.
Tentu saja Ashanty menyadari bahwa Aslan telah berulang kali entah
tak sengaja maupun secara disengaja berusaha untuk menyentuh gunung
kebanggaan kewanitaan yang menghias dadanya itu. Bahkan ketika
berjam-jam duduk di pesawat Aslan menyenggol beberapa kali buah dadanya
dengan sikunya, dan ketika kembali dari toilet Aslan agaknya pura-pura
terpeleset sehingga sempat menyentuh lutut dan pahanya.
Semuanya itu tak dipeduli oleh Ashanty yang selalu seolah tak
menyadarinya , namun yang lebih merisaukannya adalah pandangan mata ke
tiga guide mereka penduduk asli disitu – mereka seolah ingin
menelanjanginya dengan mata mereka atau ……
Ashanty agak merinding membayangkan pandangan mata mereka – namun apa
yang tak disadarinya pada saat ini adalah ketiga pasang mata itu yang
tersembunyi di balik semak lebat mengikuti segala gerak geriknya : mulai
dari saat Ashanty masih berpakaian lengkap sampai kini telah bugil
bagaikan Hawa ketika berada di Firdaus.
Ashanty yang masih menikmati sejuknya air sungai dan tak menyadari
bahwa beberapa pasang mata yang mengintipnya sejak tadi kini semakin
bertambah , karena dari sudut semak lain lebih rapat dengan belukar ada
dua pasang mata lain yang juga menikmati pemandangan indah itu.
Kalau tiga pasang mata pertama yang mengintip berasal dari guide
tukang panggul barang yang sepanjang beberapa hari selalu menelan liur
karena menyaksikan goyangan pantat gemulai Ashanty dari belakang , maka
dua pasang mata lain yang baru ikut nimbrung belakangan itu berasal dari
wajah wajah tersembunyi dibalik topeng topeng sangat menakutkan.
Kalau ketiga pasang mata dari kuli panggul dan guide sewaan Aslan
“hanya” memantulkan hawa nafsu birahi lelaki terhadap wanita cantik,
maka dua pasang mata tersembunyi dibalik topeng menyeramkan itu selain
mengandung nafsu syahwat juga mengandung naluriah hewani yang lebih
mengerikan : ibarat hewan predator yang ingin melumat daging mentah
korban yang menjadi sebentar lagi akan menjadi mangsa untuk di cabik
cabiknya serta dijadikan santapan tanpa ada rasa kasihan sama sekali.
Ashanty yang tidak menyadari bahaya apa yang mengancam dari semak
belukar itu telah merasa badannya lumayan segar setelah mandi di air
jernih.
Namun kini dirasakan matanya berat dan ngantuk sekali sehingga ingin
langsung menyelusup kedalam tendanya untuk segera tidur. Setelah
dipakainya cd kecil berbentuk string bersih disposable dan baju tidur
yang hanya menutup sampai atas lututnya ia langsung menuju ke tendanya,
diletakkannya pistolnya disamping sleep sack matrasnya dan sesudah itu
Ashanty merebahkan diri.
Sebagaimana kebiasaannya Ashanty
selalu tidur tak pernah memakai bh karena dirasakannya lebih leluasa
jika tak ada yang mengekang dan menekan bukit dagingnya, terutama
putingnya yang memang sangat sensitif. Lampu petromax yang menerangi
tendanya kemudian dikecilkan oleh Ashanty sehingga hanya sinar amat
redup terlihat dari luar tenda.
Ashanty tidak menyadari bahwa daging kelinci bakar ketika sedang
dipanggang telah diberikan bubuk obat perangsang oleh Aslan. Selama ini
Ashanty selalu berhasil menolak keinginan Aslan sejak masih berada di
Singapore karena meskipun sebagai wanita muda yang mempunyai gairah
birahi cukup tinggi serta cukup lama “jablai” , namun ia masih berusama
untuk setia terhadap suaminya yang jauh lebih tua.
Obat perangsang itu dibeli oleh Aslan dari Utuzo yang kebetulan belum
lama baru menikah – dan memang sering dipakai oleh penduduk asli Papua
dimalam perkawinan mereka, terutama untuk membangunkan gairah si
pengantin perempuan.
Di dalam dunia yang masih setengah liar itu sang pria biasanya tak
mau menunggu lama untuk menggagahi istrinya yang umumnya masih muda dan
takut untuk memasuki malam pengantin. Oleh karena itu pada umumnya para
wanita tua didesa yang merias sang pengantin wanita membujuk si calon
pengantin sambil memberikannya minuman buah buahan segar disertai dengan
obat perangsang sebelum upacara adat dimulai.
Meskipun telah diberikan obat perangsang itu namun sang pengantin
perempuan akan menjerit jerit minta ampun dan minta tolong disaat
diperawani, namun diluar kamar pengantin selalu berkumpul dan
dikelilingi puluhan pemain gendang. Disamping itu para perempuan tua
juga berkumpul dan menambah berisiknya dentuman gendang monoton dengan
lolongan dari pita suara ditenggorokan getaran lidah terlatih saling
menyambung ibarat srigala di saat bulan purnama.
Dengan demikian jeritan minta tolong dan minta ampun sang pengantin
wanita sempurna akan diatasi dan “teredam” oleh gendang gendang dan
teriakan puluhan perempuan tua.
Kini tak ada gendang dan tak ada perempuan tua diluar tenda Ashanty
namun yang sama adalah obat yang mulai dirasakannya. Di luar tendanya
Aslan masih menunggu dengan tak sabar effek dari obat ramuan primitif
namun selalu ampuh itu.
Beberapa kali Aslan telah ingin memasuki tenda Ashanty namun masih
dicegah oleh Utuzo yang tentunya tahu dengan pasti kapan obat perangsang
itu akan mencapai titik puncaknya. Ketika diluar telah gelap gulita dan
hanya terdengar suara serangga malam sahut menyahut disertai kepakan
sayap kelelawar dan burung hantu, maka Ashanty mulai jatuh tidur
meskipun dirasakan badannya lebih panas daripada malam malam sebelumnya.
Rasa panas membuatnya bergulak gulik kekiri kekanan karena semakin
lama rasa panas itu semakin terpusat dibagian badan tertentu : di leher
samping telinga, di darah puting buah dada , turun ke pusar dan akhirnya
memasuki daerah selangkangan antara kedua pahanya.
Disaat rasa panas itu mulai disertai rasa gatal dan tanpa terasa
tangannya satu meremas remas kedua puting payu dara dan tangan satunya
lagi meraba celah kewanitaannya yang mulai lembab dan bercair, tiba tiba
dilihatnya wajah suaminya barada didepan mukanya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata suaminya mulai menciumnya dengan mesra
dan hal ini tentu saja segera mendapat sambutan dari Ashanty yang
memang telah lama merindukan tubuh suaminya. Kedua insan itu bergelut
melepaskan rasa rindu tak tertahan dan Ashanty merasakan tangan suaminya
dengan kasar meremas remas gundukan daging di dadanya dan bahkan mulai
menggigit putingnya dengan keras. Hal ini mengejutkan Ashanty karena
suaminya sangat mencintainya dan disaat bercinta selalu lemah lembut tak
pernah mengasarinya apalagi sampai menyakitinya.
Ashanty berusaha melepaskan diri dari dekapan badan yang menindihnya
namun kali ini dirasakannya sangat sukar, Ashanty ingin mengeluarkan
suara protes tapi tidak keluar. Akhirnya Ashanty tak tahan lagi dan
berusaha berteriak sambil menggulingkan badannya kekiri kekanan sehingga
akhirnya terbangun dengan pelupuk mata yang berat dan sukar untuk
dibuka.
Meskipun demikian dan juga di tenda itu hanya diterangi dengan sinar
lampu petromax minimal Ashanty melihat dengan kaget bahwa yang
menindihinya bukanlah suaminya melainkan rekan kerja suaminya yang
mendampingi perjalanannya selama ini : Aslan !.
“Apa apaan ini, Aslan hentikan , ayo hentikan , kurang ajar kamu ,
sebelum berangkat kamu kan telah berjanji takkan melakukan sesuatu yang
melanggar persahabatan , terutama dengan suamiku, ayo hetikan , hentikan
, sialan Aslan , aku tak mau , hentikan , atau aku akan menjerit
sehingga para guide akan bangun menolong aku”, demikian Ashanty mencoba
menyadarkan Aslan sambil berontak sekuat tenaga.
Namun Aslan mana mau melepaskan mangsa yang telah berada dalam
cengkramannya. Telah cukup lama Aslan menantikan saat ini, sejak dari
Singapore selalu dicarinya kesempatan , dan kini di tengah hutan belukar
takkan ada yang menolong Ashanty. Ketika orang sewaannya telah
diberikannya uang untuk tutup mulut dan bahkan di mintanya untuk
menjauhkan diri dari dari tenda mereka sehingga takkan mengganggu hasrat
terpendamnya.
Gbagbo , Ntsubo dan Utuzo memang sejak makan bersama tadi telah
menjauhkan diri dari tenda mereka dan dengan kepandaian mereka
bersembunyi di tengah hutan rimba berhasil menikmati pemandangan gratis
Ashanty ketika sedang mandi.
Namun selain memuaskan diri dan bermasturbasi ketika melihat betapa
putih mulus tubuh Ashanty yang mandi, mereka ada rencana lain yang jika
diketahui oleh Ashanty dan Aslan sejak semula maka mereka pasti akan
membatalkan niat perantauan mereka.
Mereka pada saat ini berada tak berapa jauh dari tenda Ashanty ,
cukup jauh untuk tak mungkin terlihat oleh Aslan maupun Ashanty namun
masih cukup dekat bagi telinga telinga mereka yang memang terbiasa hidup
di alam liar dan hutan belukar untuk mendengarkan jeritan jeritan
Ashanty yang sedang berusaha membela dan mempertahankan kehormatannya
sebagai istri setia.
Ashanty berhasil satu kali menendang perut Aslan sehingga kesakitan
dan mundur sejenak dan kesempatan ini dipakai Ashanty untuk berusaha
bangun untuk melarikan diri kearah luar tenda. Namun ketika berdiri
Ashanty merasakan pusing dan tak dapat berdiri tegak seperti biasanya ,
sehingga Aslan berhasil mencekal pergelangan kakinya dan menarik dengan
kuat.
Hal ini menyebabkan Ashanty kembali jatuh terjerembab terlentang
dengan baju tidurnya tersingkap penuh memperlihatkan kedua paha mulusnya
bahkan selangkangannya yang hanya di tutup oleh celana dalam string.
Aslan kembali menindihinya dan kini menekan kedua paha Ashanty dengan
pahanya sendiri dan ditekannya kesamping, sehingga Ashanty menjerit
karena merasa ngilu persendian pahanya dipaksa mengangkang secara
maksimal.
Ashanty berusaha mencakar muka Aslan namun dengan sigap Aslan
menangkap kedua pergelangan tangan Ashanty, dicekalnya sekuat tenaga
diatas kepala Ashanty sehingga tidak berkutik lagi. Dengan tangan
satunya Aslan memegang leher baju tidur Ashanty dan ditariknya sekuat
tenaga sehingga sobek sama sekali – terbukalah kini kedua payu dara
Ashanty.
Buah dada yang menantang itu cukupan lumayan untuk ukuran wanita
Asia, tidak besar sehingga ngondoy kebawah melainkan putih sekal dan
montok dengan puting mencuat berwarna merah tua kearah sedikit coklat
muda.
Gunung kenyal itu kini menjadi sasaran tangan Aslan yang kasar :
diremas remas dan di tarik dipilin serta dicubitnya puting yang
menggiurkan itu dengan akibat Ashanty semakin merasa kegelian serta
ngilu sehingga tubuh putihnya semakin meliuk liuk dan bergoyang kesana
sini.
“He he he, hhhmmmmh , mulai kerasa enak ya, ngaku deh jangan malu
malu Shany, kan kamu udah bermingu minggu jablay , nikmati aja deh jadi
engga usah dipaksa disakiti , toh ennga ada yang akan menolong”,
seringai dan celoteh Aslan melihat mangsanya kini semakin tak berdaya
dibawah tindihan badannya yang cukup kekar.
Ashanty memandang muka Aslan yang tersenyum mesum dengan penuh
kesebalan dan tanpa terduga diludahinya muka yang telah hampir seminggu
tak cukur itu sehingga terlihat kumis dan jenggot mulai tumbuh. Aslan
yang tak menduga akan diludahi itu menjadi sengit dan ditamparnya wajah
ayu cantik itu dengan sadis sehingga Ashanty melihat jutaan bintang
berkunang kunang dihadapan matanya dan dirasakannya pusing sekali.
Kesempatan ini tak disia siakan oleh Aslan yang langsung melepaskan seluruh pakaiannya sehingga kini bugil di hadapan Ashanty.
Tak hanya sampai disini Aslan memakai kepusingan dan lemahnya posisi
Ashanty untuk menarik celana dalam string warna biru muda itu lepas dari
kedua kakinya yang meronta ronta.
Kedua insan yang bukan suami istri itu kini telah telanjang bulat dan
Aslan kini menduduki perut Ashanty yang datar, kedua nadi Ashanty
kembali dicekalnya dengan satu tangan diatas kepala, dan dengan tangan
satunya diarahkannya alat kemaluannya yang mulai tegang dan mengangguk
angguk kearah mulut Ashanty yang tertutup rapat.
Ashanty tentu saja mengerti apa kehendak mesum Aslan namun ia tak mau
menyerah begitu saja : selain kedua bibirnya dikatup rapat juga
digeleng kepalanya kekiri kekanan sehingga Aslan sukar mengarahkan
kemaluannya ke mulut korbannya.
Oleh karena itu Aslan mengubah lagi taktiknya : ia menggeser tempat
duduknya dari tengah perut Ashanty keatas dan dengan kedua lutut
ditekannya lengan atas Ashanty disebelah kiri kanan kepalanya yang masih
menoleh kekanan kiri. Kini Ashanty tak dapat melawan dengan kedua
lengannya dan Aslan juga tak perlu memegang pergelangan tangan mangsanya
di atas kepala.
Dengan tangan kirinya Aslan lalu menjambak rambut Ashanty sekuatnya
sehingga ia tak dapat menggeleng kekanan maupun kekiri sedangkan tangan
kanannya menjepit mencubit dan memelintir puting buah dada kanan Ashanty
sehingga korbannya ini menjerit kesakitan dan tak sadar membuka
mulutnya. Saat ini langsung digunakan oleh Aslan memajukan penisnya
memasuki rongga basah hangat dan didorongnya makin dalam akhirnya
menyentuh langit-langit rahangnya.
Ashanty tak pernah membayangkan hal ini akan terjadi padanya karena
sejak ia menikah dengan suaminya yang jauh lebih tua itu semua yang
dialaminya di ranjang maupun di tempat lain dirumah mereka maupun di
hotel disaat liburan adalah making love sangat romantis dan penuh
kemesraan yang halus. Tak pernah Ashanty dibentak , dipaksa apalagi
disakiti terutama ketika sedang becinta – berbeda dengan saat ini.
Ashanty tak mengalami kemesraan cinta melainkan belahan gelap dari
dunia sex , belahan yang tersembunyi baginya selama ini , belahan dunia
sex yang penuh kekasaran dimana sang partner lelaki yang dominant dan
lebih kuat mendesak kehendaknya secara paksa.
Tak pernah suaminya memaksakan pernisnya kedalam mulutnya secara
langsung melainkan sang suami selalu mulai dengan mengoral
selangkangannya , menciumi bagian dalam pahanya , menjilati amat mesra
bukit Venusnya yang tertutup bulu halus amat terawat.
Dengan cara merangsang yang halus ini justru Ashanty yang tak tahan
dan selalu orgasmus terlebih dahulu paling sedikit sekali. Setelah itu
barulah sang suami dengan perlahan lahan menggeser dan mengubah posisi
badan mereka berlawanan arah sehingga menjadi posisi yang disebut angka
enam sembilan. Kemudian ketika suaminya kembali merangsang celah
kewanitaannya yang telah basah maka Ashanty sendiri menjadi geregetan
dan meraih penis suaminya.
Ketika suaminya dengan nakal menjilati klitorisnya dan bagian dalam
dinding vaginanya yang telah basah maka tanpa paksaan sedikitpun Ashanty
“membalas” rangsangan suaminya dengan mengoral penisnya yang telah
ereksi. Jadi Ashanty sebagai wanita dewasa yang sensual tentu saja
mengenal dan sering melakukan dan merasakan nikmatnya rangsangan oral ,
namun semuanya dilakukan sukarela , saling penuh pengertian dan berakhir
dengan kepuasan bersama.
Namun yang kini sedang dialaminya adalah sangat bertolak belakang :
Ashanty tak rela diperlakukan melakukan perangsangan oral, penuh
kejijikan dan kemualan mulutnya yang sempit dipaksa membuka semaksimal
mungkin dan dijejali penis yang lebih besar dari suaminya dan berbau
keringat laki laki yang belum sempat dibersihkan oleh Aslan karena
nafsunya yang terpendam selama beberapa hari sudah betul betul naik ke
ubun ubunnya.
Ashanty merasakan mulutnya sangat pegal karena dipaksa membuka
selebarnya dan beberapa kali ia tersedak karena Aslan tak memberi
kesempatan beradaptasi namun secara kasar menjejali penisnya sehingga
menyentuh langit langit belakang tenggorokannya.
“Hmmmmh , iyaaa , pinteeer bangeeet kamu Shany, oooooh mulut kamu
begitu haluuuus, mana hangaaat lagi, ayoooh mana lidahnya, teruuuus
sepoooong nyang beneer, aaaaah sebentar lagi mau keluaaaar nih,
teruuuus”, demikian Aslan semakin bersemangat menarik mendorong penisnya
kedalam rongga mulut Ashanty.
Ashanty belum pernah merasa dirinya direndahkan seumur hidupnya
seperti saat ini, belum pernah dirasakannya penyesalan seperti saat ini
ketika mengingat bahwa ia sendiri yang menghubungi Aslan untuk
mendampinginya mencari suaminya yang hilang tak ada berita.
Sebuah keputusan yang salah namun sebagaimana banyak hal dalam
kehidupan seseorang maka penyesalan biasanya datang terlambat dan kini
Ashanty sendiri sedang alami akibatnya. Untunglah Ashanty tak mempunyai
kemampuan meramalkan nasibnya sendiri dimasa depan karena pelecehan yang
sedang dialaminya saat ini sama sekali tak ada artinya jika
dibandingkan dengan apa yang masih akan dialaminya beberapa hari
kemudian.
Pengaruh obat perangsang yang dicampurkan kedalam makanannya juga
makin mempengaruhi tubuhnya : Ashanty merasakan tubuhnya seolah tak mau
menuruti akal sehatnya dan rasa hangat , geli , gatal dan hangat makin
merajalela di bagian bagian intimnya yang tersembunyi.
Bagaikan bayi yang membutuhkan susu sang ibu kini Ashanty mulai
menyedot dan menghisap kemaluan yang menyesakkan mulutnya. Ujung
lidahnya mulai menyapu dan menggelitik belahan di ujung penis
pemerkosanya menyebabkan Aslan semakin merasa keenakan dan tanpa
dikehendaki belahan itu ikut melebar seolah menyiapkan jalan keluar
sperma yang semakin bergolak di biji pelir Aslan.
Kepala penis yang kini tak mau terpisah lagi dengan langit langit
rahang Ashanty terasa semakin lama semakin membesar, semakin peka dan
membengkak sehingga rongga mulut Ashanty penuh sesak dan lubang hidung
Ashanty semakin berkembang kempis bergulat mencari oksigen.
Dengan disertai erangan bagaikan orang sedang sekarat menjemput maut
Aslan tak dapat menahan lagi luapan lahar panasnya dan semprotan demi
semprotan menyembur keluar memenuhi tenggorokan dan kerongkongan
Ashanty. Tiada jalan keluar lain bagi wanita cantik jelita yang sedang
diperkosa itu selain menelan cairan kental berbau sedikit hanyir khas
lelaki – cairan kental yang meluya luya seiringan dengan denyutan penis
berkontraksi.
Sambil meneguk larutan kefir alamiah itu Ashanty merasakan
selangkangannya makin basah dan panas sehingga tanpa disadari dibuka
dikatupnya paha yang mulus halus itu lalu secara ritmis ditekuk dan
diluruskannya seolah olah ingin menggesek dan menggaruk kegatalan yang
semakin merajalela mengganggu lembah kewanitaannya.
Aslan yang telah melepaskan tetes terakhir spermanya kemudian menarik
penisnya yang sementara menurun ereksinya dari kuluman bibir Ashanty.
Digesernya tubuhnya turun kebawah sambil tak hentinya menciumi belah
dada Ashanty , pusarnya yang cekung , perutnya yang datar , turun turun
turun terus mendekati selangkangan.
Ashanty yang agaknya makin lama semakin tak memperdulikan lagi
keadaannya yang telanjang bulat dan masih merasakan sisa sisa rasa sepat
hanyir dan asin di kerongkongannya hanya protes dengan setengah hati
pada saat Aslan semakin merosot kebawah dan mulutnya kini menyentuh
bukit Venusnya. Lidah kasap hangat Aslan menyapu nyapu membasahi kulit
perut Ashanty yang putih mulus itu sementara kedua tangan Aslan meremas
dan memijit memilin puting yang mencuat seolah ingin memerah susu
alamiah keluar dari puting itu untuk dapat di teguk sepuasnya.
Namun susu yang diharapkan tak kunjung keluar meskipun kedua puting
itu terasa semakin tegang mengeras , yang keluar adalah lenguhan dan
desahan nafas Ashanty yang semakin memburu seolah dikejar sesuatu yang
menakutkan.
Aslan telah memposisikan badannya di tengah selangkangan Ashanty yang
semula berusaha menutup kedua paha mulusnya , kedua tangannya kini
berganti ganti antara meremas memilin buah dada kenyal dan juga
bongkahan pantat Ashanty yang bahenol. Ciuman Aslan semakin gencar
menyerang gua kewanitaan Ashanty yang lembab basah oleh cairan kelenjar
dinding vaginanya.
Sementara itu Ashanty telah sepenuhnya berada dibawah pengaruh obat
perangsang sehingga mulai pasrah dan menyerah terhadap lecehan seksual
yang sedang dialaminya.
Sisa sisa fikiran sehatnya masih berontak terakhir kali dan
menyuruhnya mengatupkan kedua pahanya namun mana semua sia sia saja :
badan kekar Aslan telah sempurna ditengah belahan paha mulus itu
sehingga tak dapat ditutup lagi.
Rintihan dan desahan kewanitaan yang keluar dari celah bibir mungil
Ashanty mengiringi gejolak birahinya ketika lidah Aslan mulai menyeruak
kedalam celah vaginanya. Lidah itu mengusap dan menjilat tandas pinggir
dinding goa kenikmatan Ashanty , memancing kelenjar kelenjar disitu
untuk mencurahkan lendir madu harum idaman Aslan selama ini.
Sebagai pria yang sudah sering ML dengan pelbagai wanita Aslan
mengetahui bahwa Ashanty kini telah sepenuhnya berada dibawah
kekuasaannya namun ia tak mau tergesa gesa melakukan tindakan
selanjutnya. Adik kecilnya yang beberapa menit lalu menyemburkan lahar
panas harus diberikan kesempatan untuk bangun dan tegak kembali melalui
rangsangan visual dihadapan matanya : bukit Venus dihiasi bulu halus
dengan lembah kenikmatan ditengahnya.
Lembah kenikmatan dengan dinding selaput lendir berwarna merah muda
agak coklat yang semakin lama semakin licin itu mulai merekah ibarat
bunga diakhir musim hujan. Diujung atas lembah kini ikut merekah dan
menampilkan tonjolan daging kecil ibarat biji jagung muda manis
mengundang untuk dicicipi. Hal ini tentu saja tak luput dari
pengamatanan Aslan dan mulutnya yang kasar segera mengecup dan menjepit
klitoris itu sementara lidahnya menyapu dan mengusap usap penuh mesra.
Rangsangan ini ibarat sengatan aliran listrik ditubuh seorang wanita
sensual – tak terkecuali bagi Ashanty – dengusan nafasnya berubah
sejenak menjadi pekik kecil yang diusahakannya ditahan dengan menggigit
kepalan tangannya. Aslan melihat itu semua dan sambil tersenyum
dilanjutkannya serangannya terhadap pusat kenikmatan yang semakin
dirangsang akan semakin sensitif terhadap segala yang menyentuhnya dan
ini langsung terbukti dengan desahan Ashanty.
“Oooooooh, udaaaah dong , jangaaaan , geliiiiiiii , mau diapain sihhh
, emmmmmmh , aaaahhh , ooouuuuh , aaaah iiyyaaaa, geliiiiii ,
aauuuuuuww , udaaaaaah iyaaaaa” , bagaikan seorang kesurupan Ashanty
menceracau.
Aslan tak perduli dengan desahan dan keluhan Ashanty dan memang
sebagian dari suara Ashanty itu tak dapat didengarnya karena secara
ritmis Ashanty menekan merapatkan sekuatnya kedua pahanya ke kepala
Aslan sehingga menutup kedua telinga Aslan sepenuhnya.
Ibarat sedang terseret ke dalam lingkaran pusat angin puting beliang
yang berputar putar semakin lama semakin cepat sedemikian pula dirasakan
Ashanty saat itu : tubuhnya dan terutama kepalanya seolah terputar
putar semakin lama semakin cepat kearah angkasa luar dan akhirnya
terlempar membentur planet kecil yang buyar bertebaran menjadi jutaan
bintang dihadapan matanya.
Disaat itu pula pusat kenikmatan yang tersembunyi didalam daging
klitorisnya seolah tersentuh aliran listrik ribuan volt dan menyebabkan
tubuhnya melenting melengkung keatas , kedua pahanya menyentak
menggelepar meronta ronta.
“Auuuuuuw, oooooh iyaaaaaaa , udaaaaaaah , iyaaaaaaaa, eeeeeaaaaah ,
aaaaaaahhh , emmmmmmmh , udaaah , stooopppp engggggga taahaaaan
lagiiiiii , oooooh auuuuuuuuh “, jeritan Ashanty melengking memenuhi
udara tengah malam menyebabkan seekor burung hantu diluar tenda langsung
terbang menjauhkan tempat pergulatan.
Aslan puas melihat korbannya mengalami orgasme hebat sedemikian rupa
namun sebelum dimulainya dengan persetubuhan masih ingin di rasakannya
betapa jepitan otot otot lingkar bagian intim Ashanty yang lain. Ketika
di rasakannya lidahnya seolah di-sedot di remas remas oleh dinding
vagina Ashanty maka selusupinya bongkahan pantat Ashanty dan tanpa
peringatan sedikitpun dimasukkannya jari tengahnya kedalam anus Ashanty.
Serangan tak terduga ini menyebabkan Ashanty semakin liar karena di
tengah puncak orgasmenya itu benak sehat seorang wanita kurang sanggup
membedakan dimana kontraksi yang meremas menjepit benda asing di bagian
intimnya : apakah otot otot vagina yang menjepit megurut urut ataukah
otot lingkaran anus yang meremas remas benda asing yang tanpa permisi
menjarahnya tanpa ada rasa kasihan sedikitpun. Aslan mengawasi penuh
perhatian wajah ayu dihadapannya menggeleng kekiri kanan menyebabkan
rambut sebahu yang bergelombang itu semakin kusut namun justru menambah
kecantikan khas wanita sedang orgasme.
Tanpa bantuan tuntunan tangan penis Aslan yang kembali telah tegang
mengeras bagaikan lumpang kayu itu menemukan lembah yang akan
dirantaunya, diselusuri tepi lembahyang terjal licin dan ditemukanlah
celahnya. Kedua tangan Ashanty yang selama itu meremas remas dan
membentuk tinju kecil membuka menutup seolah tak tahu apa yang harus
dilakukan kini dirangkuh oleh jari jari tangan Aslan. Dua pasang tangan
kini telah saling melibat jari dan Aslan menekannya ke lantai matras
dengan penuh kekuatan sementara alat kejantanannya telah berada di
tengah kawah bukit Venus.
Ujung kepala penis Aslan berbentuk topi baja menutupi kepala jamur
mulai merekah membelah bibir kemaluan Ashanty dan perlahan lahan menekan
meretas memasuki lembah nan lembab. Sejenak Ashanty agaknya menyadari
apa yang akan dialaminya dan meskipun benaknya bagai kehilangan arah
ditengah kabut tebal diakibatkan obat perangsang itu namun ketika
dirasakan benda asing mulai masuk membelah celah kewanitaannya maka mata
Ashanty terbuka mendadak.
Dilihatnya wajah Aslan menyeringai di hadapannya dan sebelum Ashanty
sempat mengatakan sesuatu , mulutnya telah dibekap oleh bibir Aslan yang
tebal berkumis.
Ashanty mencoba melawan dan berontak namun apa daya tubuhnya telah
sempurna ditindih Aslan dalam posisi setengah tertekuk, kedua pahanya
telah terkuak lebar tergantung dikiri kanan pundak Aslan dan kedua
tangannya dicekal dan digenggam erat oleh jari jari Aslan.
“Aoooouuuuuwwhh, emmmmmppphh adduuuuuh jaangggaaaaan , mmmmmffphhh “,
keluhan Ashanty tertahan oleh lidah Aslan yang menerjang masuk rongga
mulutnya ketika dirasakan milimeter demi milimeter vaginanya di belah
dimasuki oleh kemaluan Aslan. Terasa sesaknya bagian intim
kewanitaannnya dimasuki oleh kejantanan Aslan namun sekaligus hal ini
merupakan sedikit “keringanan” atas rangsang kegatalan yang mengganggu
selama ini , oleh karena itu tanpa memperdulikan lagi rasa harga dirinya
dan penolakannya diawal tadi Ashanty malahan “menyambut” kedatangan
alat laki laki yang beberapa saat lalu telah dicicipinya dioralnya.
Ashanty mengangkat pinggulnya seolah mengundang agar penancapan
pentungan daging semakin dalam dan tak sampai begitu saja, sebagai
wanita dewasa sensual secara otomatis Ashanty mengayun memutar dan
menggoyang goyangkan pinggulnya. Aslan tak mau kalah dengan semakin
cepat menusuk menghunjamkan rudalnya tak hanya menuju ke satu arah
melainkan ke arah atas, menyamping dan secara teratur juga mengarah
semakin dalam ke dalam vagina Ashanty.
Ibarat batu lumpang yang secara ritmis menumbuk demikian pula penis
Aslan menumbuk men”jedug-jedug” ke mulut rahim Ashanty sehingga terasa
semakin ngilu dan nikmat, dan tanpa ada perintah lagi Ashanty
melingkarkan kedua kakinya dipinggang Aslan , menekan punggung Aslan
sekuat tenaga agar kemaluan Aslan semakin dalam memasuki liangnya yang
telah penuh madu kenikmatan.
Aslan tersenyum dan menyeringai melihat mangsanya kini telah
melupakan segalanya , telah kehilangan rasa malu sebagai wanita
terhormat , oleh karena itu dilepaskannya kedua tangan yang selama ini
dirangkuh dicekalnya, dibaliknya kedua tubuh mereka yang sedang bersatu
bersebadan sehingga Ashanty berada di atas. Dalam posisi ini Aslan
sebenarnya lebih relax menyimpan tenaga karena Ashanty yang menjadi
aktif mengatur ritme persetubuhan mereka. Ashanty semakin liar menaik
turunkan dan memutar mutar pinggulnya , semakin cepat dan kehausan
menggesek-gesekkan dinding vaginanya untuk mengurangi rasa kegatalan
amat menyiksanya.
Dengusan keluhan , jeritan dan
erangan nikmat dari pasangan yang sedang diamuk dilanda birahi itu
ditambah angin agak keras diluar tenda sangat membantu mengalahkan suara
endapan dan tindakan kaki beberapa lelaki berwajah seram yang setelah
meninggalkan persembunyian mereka di semak belukar kini semakin
mendekati tenda arena persetubuhan Aslan dan Ashanty.
Mereka berkumpul dan mengelilingi tenda yang dari luar – walaupun
sinar lampu petromax sangat redup didalam tenda – masih terlihat gerakan
gerakan kedua insan yang sedang hanyut di arus nafsu birahi. Ashanty
dan Aslan tak menyadari bahaya apa yang semakin mendekati mereka :
Ashanty telah mendekati puncak kenikmatan dan akhirnya dihempaskan
tubuhnya sekuat tenaga seolah ingin menancapkan tonggak daging yang
sedang menusuk nusuk itu menembus rahimnya, ingin menembus seluruh
perutnya dan menyebabkannya berteriak melolong merintih tiada hentinya
ibarat alami serangan hysteris-kesurupan :
“Oooooh , iiiiyyyaaaaaa , iyaaaaaaa , teruuuuuuuus , teruuuuuuus ,
oooooohh , geliiiiii , ngiluuuuuu , ooooh , iyaaaaaaa , nikmaaaaat ,
teruuuuuus , ooooooh”, Ashanty mengalami orgamus hebat disertai ekspresi
wajah ayu penuh kepuasan birahi.
Aslan menyaksikan wajah yang sedemikian menggiurkan dan diremas
remasnya penuh kegemasan kekenyalan dada Ashanty dan dicubitnya kedua
puting menantang diantara telunjuk dan ibu jarinya. Ditengah badai
orgasmus Ashanty itu tiba tiba Aslan membalikkan dan menelungkupkan
tubuh mangsanya , ditelikungya kedua lengan Ashanty dibelakang punggung ,
direjangnya dengan satu tangan , ditariknya rambut panjang Ashanty
ibarat sedang mengendalikan kuda.
Didorongnya tubuh Ashanty sedemikian rupa sehingga semakin menungging
menunjukkan bongkahan sempurna dengan lingkaran lubang anus di
tengahnya. Aslan semakin menghunjamkan menghajar rahim Ashanty dengan
rudal dagingnya dan dipaksanya Ashanty semakin menungging.
Posisi “vis a tergo” ini memang sangat disenangi oleh Aslan karena
dapat di-interpretasikan sebagai penyerahan mutlah seorang wanita
apalagi dengan tangan ditelikung atau bahkan diikat di punggung. Hal ini
juga kini dilaksanakan oleh Aslan : sambil menghunjamkan penisnya
semakin kasar sekaligus ia mengikat nadi Ashanty dengan beberapa lembar
tali rafiah yang terletak di lantai tenda itu.
Kini kedua tangan Aslan bebas tak usah memegangi nadi Ashanty dan
segera dipakainya meremas remas payudara Ashanty yang menggantung
bagaikan jeruk citrus aurantium alias orange dari Italia yang ranum
untuk disantap. Bergantian kedua puting yang telah demikian peka dicubit
dipilin ditarik dengan sadis oleh Aslan menyebabkan Ashanty semakin
menderita menjerit jerit menahan sakit.
Kini Aslan hanya menggunakan tangan kanannya meremas buah dada
Ashanty dengan buas sedangkan jari tengah tangan kirinya mendadak
menekan dan membelai belai lubang pantat Ashanty yang masih terlindung
beberapa lapis otot lingkar sangat kuat. Bagaikan tersengat oleh
serangga beracun Ashanty berontak mati matian melawan pelecehan yang
sama sekali tak diduganya semula. Tak pernah suaminya mengajaknya
bercinta di anus, bagi Ashanty anus adalah bagian badan yang sangat tabu
– jangankan di penetrasi, di jilat di cium atau diraba disentuh pun tak
pernah oleh suaminya.
Kini tanpa ada peringatan sedikitpun daerah tabu itu diraba dan mulai
dirojok ditusuk tusuk oleh jari lelaki asing, membuat benak Ashanty
yang sementara masih dibawah pengaruh obat bius perangsang mendadak
sadar. Aslan yang sudah beringas dan kesetanan itu menduga keras bahwa
anus Ashanty belum pernah dipakai oleg suaminya dan betapa bahagianya
jika ia dapat membelah memerawani lingkaran terlebih sempit dari vagina.
Karena itu Aslan makin ganas memiting dan membekuk tubuh mangsanya :
tangan kanannya sekuat tenaga memeluk melingkari pinggang Ashanty yang
ramping langsing sehingga korbannya sesak nafas tak mampu berkutik lagi.
Jari tengah tangan kirinya kini telah masuk sampai ruas pertama
menembus otot lingkar anus Ashanty dan dirasakannya penuh kepuasan bahwa
otot otot lingkaran yang masih demikian kuat berkontraksi semaksimal
mungkin ingin mendorong keluar benda asing yang memaksa masuk.
Aslan menarik jari tengahnya sementara lalu meludahi anus Ashanty dan
tanpa peringatan dimulainya penetrasi ke lubang pantat Ashanty – bahkan
kali ini dipaksa dicobanya memasukkan jari telunjuk serta jari
tengahnya sekaligus.
Jerita Ashanty semakin meraung meninggi memecah keheningan malam
namun semuanya itu tidak menimbulkan rasa kasihan pada Aslan , kini ia
semakin yakin bahwa Ashanty memang masih gadis disitu dan belum pernah
mengalami penjarahan dari suaminya. Aslan menarik kedua jarinya kembali
dan kali ini diletakkannya ujung penisnya yang telah kembali mengeras
dan menegang bagaikan pentungan kayu polisi di permukaan anus Ashanty.
Ashanty tak dapat berbuat apa apa lagi – suaranya dan tenaganya telah
terkuras karena orgasmusnya berkali kali dan kini akan mengalami
perkosaan lebih menyakitkan. Pada saat itu mendadak Aslan menghentikan
aksinya dan matanya membelalak ketika dirasakannya benda tajam menusuk
dari belakang, menembus punggungnya dan ujung lembing penuh lumuran
darah keluar dari dadanya, jantungnya yang juga tertusuk itu hanya
berdenyut beberapa detik dan langsung berhenti.
Aslan langsung jatuh dan terlepas dari tubuh mangsanya dan Ashanty
yang merasa hilangnya dekapan badan Aslan membalikkan dirinya. Ashanty
terpekik melihat tubuh Aslan beberapa kali kejang menyemburkan darah dan
dengan rasa amat kaget serta takut dilihatnya ketiga penunjuk jalan –
kuli pemikul Gbagbo , Ntsubo dan Utuzo serta 2 orang pria asing
bertopeng sangat menyeramkan kini perlahan lahan mendekati dan tubuhnya
yang terikat dan telanjang….
“Oooooh, jangan jangaaan , saya hanya kesini untuk mencari suami saya
, tolong lepaskan saya , saya berikan semuanya apa yang saya miliki ,
jangan bunuh saya , tolong antarkan dan kembalikan saya ketempat semula ,
saya batalkan niat untuk mencari suami saya , tolong saya” , suara
Ashanty memelas sambil matanya mengarah penuh ketakutan kepada ketiga
kuli pikul dan guidenya.
Agaknya kelima lelaki yang berada dihadapannya itu bagaikan tuli tak
memperdulikan ratapan Ashanty bahkan mereka kini sudah berdiri
berdekatan sekali dengan Ashanty yang dalam putus asanya berlutut di
hadapan mereka. Dengan berlutut dan menyembah meletakkan kepalanya di
tanah Ashanty dengan kedua tangan masih terikat itu mengharapkan
setidaknya dapat menyembunyikan ketelanjangannya, terutama buah dada dan
kemaluannya.
Kelima lelaki penduduk asli Papua itu tetap tak memperdulikan semua
ratapan Ashanty , bahkan kedua orang lelaki yang bertopeng menyeramkan
itu meletakkan lembing mereka. Berbeda dengan ketiga penunjuk jalan dan
kuli pengangkut barang yang telah berpakaian preman biasa , maka kedua
lelaki bertopeng itu masih bertelanjang dada dan bagian bawah tubuh
mereka hanya tertutup cawet dengan bagian penisnya tersembunyi dibalik
benda berbentuk kerucut.
Ashanty penah melihat dari gambar buku buku suaminya bahwa lelaki
dewasa di pedalaman Papua memang masih sering memakai penutup penis
berbentuk kerucut.
Kini dilihatnya dengan mata penuh kengerian tutupan kemaluan yang
mulai mengangguk angguk dihadapannya sebagai tanda bahwa rudal daging di
dalamnya mulai terangsang ingin membuktikan kejantanan mereka di dalam
tubuhnya yang masih belum pulih dari perkosaan.
Kedua lelaki penduduk pedalaman itu tetap tidak melepaskan topeng
mereka namun dengan gerakan amat lambat melepaskan tali pengikat kerucut
penutup penis mereka itu.
Ketika penutup kerucut itu jatuh muncullah dua buah penis yang bukan
saja jauh lebih besar dari penis suaminya, namun masih lebih panjang
serta diameter melebihi kemaluan Aslan yang kini telah menggeletak tewas
di ujung lembing penduduk Papua itu.
Ashanty semakin meratap menangis dan menyembah nyembah karena tak
dapat dibayangkan nasib apa yang segera akan dialaminya – sirnalah semua
harapannya untuk dapat berjumpa dengan suaminya , kengeriannya tak
dapat di uraikan dengan kata kata. Kalau menghadapi perkosaan Aslan
sudah hampir menguras semua tenaganya – mana akan sanggup ia untuk
melayani nafsu hewaniah ke lima lelaki di hadapannya. Apa yang akan
terjadi…..
Apakah yang akan dialami oleh
Ashanty selanjutnya di markas suku pedalaman yang masih sangat liar dan
buas itu ? Apakah Ashanty akan menemukan suami yang dicarinya Professor
Azkenazy – masih hidupkah suaminya ? Apakah yang telah ditemukan
suaminya ? Apakah nasib Ashanty akan sama seperti Aslan dan bahkan
dijadikan santapan suku primitif kanibal ataukah akan mengalami
pelecehan-perkosaan massal? Apakah Ashanty akan sanggup menghadapi
semuanya itu dan tetap hidup dan selamat, ataukah ataukah……..?.
Setiap komentar akan dijadikan (tambahan) ilham untuk meneruskan
cerita ini – terutama usul yang datang dari pengarang profis seperti
boss Shu sendiri , sis Yoh , sis Dini , boss Ninja , boss H. Potter dll.
Semakin cepat dan semakin banyak datangnya komentar akan semakin cepat
pula keluar sambungan cerita ini – ibarat masakan lezat untuk para
penggemar kisahbebe akan cepat tersedia dan dihidangkan jika banyak
penyumbang bumbu serta bahan² mentahnya !!!
Untuk Melihat Video Selengkapnya Klik Di Bawah ini :
No comments:
Post a Comment